Sabtu, 19 November 2011

PELAYANAN KESEHATAN

 
BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Jaminan mutu layanan kesehatan atau Quality Assurance in Healthcare merupakan salah satu upaya yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien, baik perorangan ataupun kelompok, oleh karena itu pemberi pelayanan diharuskan selalu berupaya memberikan layanan kesehatan yang terbaik dan bermutu.
Upaya peningkatan jaminan mutu layanan kesehatan telah menjadi sesuatu yang sistematik serta terus menerus dievaluasi dan disempurnakan. Upaya peningkatan ini menjadi sangat penting sewaktu melakukan evaluasi layanan kesehatan, fasilitasi hubungan antara pemilik layanan kesehatan dengan asuransi kesehatan dan saat menghitung nilai uang yang telah dibelanjakan untuk membeli layanan kesehatan itu.


B.     Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan informasi mengenai hal – hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan tujuan khusus makalah ini adalah untuk membandingkan keadaan pelayanan kesehatan yang sesungguhnya di lapangan dengan informasi yang didapat dari referensi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.       Sistem Pelayanan Kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Dalam makalah ini, hanya akan dibahas system pelayanan kesehatan masyarakat saja.
Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat merupakan subsystem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif ( pengobatan ) dan rehabilitatif ( pemulihan )
Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan rakyat banyak maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.

Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3 dimensi, yakni :

a. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (RT, RW, kelurahan, dan sebagainya). Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) untuk anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-bentuk partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
b. Menggalang potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat oleh LSM-LSM pada hakekatnya juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam system pelayanan kesehaatn masyarakat.
c. Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan swasta yang ikut membantu meringankan beban penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas, balkesmas, dan sebagainya), juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain :

1. Penanggung jawab
Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada penanggung jawab oleh pemerintah maupun oleh swasta. Namun demikian di Indonesia, pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan) merupakan tanggung jawab yang paling tinggi. Artinya pengawasan, standar pelayanan dan sebagainya bagi pelayanan kesehatan masyarakat baik pemerintah (puskesmas) maupun swasta (balkesmas) adalah dibawah koordinasi Departemen Kesehatan.

2. Standar Pelayanan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan pada suatu standar tertentu. Di Indonesia, standar ini telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dengan adanya buku Pedoman Puskesmas.

3. Hubungan Kerja
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai pembagian kerja yang jelas antara bagian satu dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang jelas dan menggambarkan hubungan kerja, baik horizontal maupun vertiakal.

4. Pengorganisasian Potensi Masyarakat
Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau pengorganisasian masyarakat. Upaya ini penting (terutama di Indonesia) karena adanya keterbatasan sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat, perlu keikutsertaan masyarakat ini.

B. Mutu Layanan Kesehatan
1. Pengertian mutu
Mutu adalah perkataan yang sudah lazim digunakan, baik oleh lingkungan kehidupan akademis ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat kepuasan orang yang satu dengan yang lain terhadap sesuatu pasti tidak sama. Perbedaan itu disebabkanantara lain oleh perbedaan pengalaman, perasaan, latar belakang, suku, tingkat social dan pendidikan. Jika semua cirri-ciri itu dikumpulkan sebagai suatu daftar cirri atau karakteistik, kumpulan cirri itulah yang disebut sebagai mutu. Untuk smentara mutu barang atau jasa dapat kita definisikan sebagai keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat.

Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan, pasti mempunyai pandangan yang berbeda tentang unsur yang penting dalam mutu layanan kesehatan. Perbedaan perspektif tersebut antara lain disebabkan oleh terdapatnya pebedaan dalam latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan, dan kepentingan.
      Setiap orang akan menilai mutu layanan kesehatan berdasarkan standard an atau karakteristik/criteria yang berbeda-beda. Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian mutu layanan kesehatan adalah karena mutu layanan kesehatan itu sangat melekat dengan faktor-faktor subjektivitas orang yang berkepentingan.

2. Perspektif mutu layanan kesehatan
\  Perspektif pasien/masyarakat
Melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat, waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit.
Pandangan pasien/masyarakat ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau dating berobat kembali. Dimensi mutu layanan kesehatan yang berhubungan dengan kepuasan pasien dapat mempengaruhi  kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.

\  Perspektif pemberi layanan kesehatan
Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.



\  Perspektif penyandang dana
penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif, pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit akan digalakkan agar penggunaan layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.

\  Perspektif pemilik layanan kesehatan
Pemilik saran layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tariff layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien dan masyarakat.

\  Perspektif administrator layanan kesehatan
Administrator layanan kesehatan walau tidak langsung memberikan layanan kesehatan, ikut bertanggungjawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi mutu layanan kesehatan tertentu, akan membantu administrator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.
Mutu layanan kesehatan akan selalu menyangkut dua aspek, yaiu: pertama. Aspek teknis dari penyediaan layanan kesehatan itu sendiri dan kedua, aspek kemanusiaan yang timbul sebagai akibat hubungan yang terjadi antara pemberi layanan kesehatan dan penerima layanan kesehatan.

3. Dimensi Mutu layanan kesehatan
·         Dimensi kompetensi teknis
     Menyangkut keterampilan, kemampuan, dan penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan.dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsistensi.
·         Dimensi keterjangkauan atau akses
Layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, social, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak,lama perjalanan, biaya perjalanan, dan lain-lain. Akses social berhubungan dengan dapat diterimaatau tidaknya layanan kesehatan itu secara social atau nilai budaya, kepercayaan, dan perilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan itu diatur agar memberi kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat dipahami oleh pasien.
·         Dimensi efektifitas
Layanan kesehatan harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan atau meluasnya penyakit yang ada.
·         Dimensi efisiensi
Sumber daya layanan kesehatan sangat terbatas. Oleh sebab itu, dimensi efisiensi sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien/masyarakat.
·         Dimensi kesinambungan
Pasien harus dapat dilayani sesuai kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu.
·         Dimensi keamanan
Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek samping atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh layanan kesehatan itu sendiri.
·         Dimensi kenyamanan
Dimensi ini mempengaruhi pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk dating berobat kembali. Kenyamanan dan kenikmayan dapat menimbulkan kepercayaan pasien kepada organisasi layanan kesehatan.
·         Dimensi informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana. Dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan atau telah dilaksanakan.
·         Dimensi ketepatan waktu
Agar berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan  dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi pelayanan yang tepat, danmenggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta dengan biaya yang efisien (tepat).


·         Dimensi hubungan antarmanusia
Mubungan antarmanusia merupakan interaksi antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien/konsumen, antar sesame pemberi layanan kesehatan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat.

B. Standar Layanan Kesehatan
1. Pengertian
Merupakan suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu akan menyangkut masukan, proses, dan keluaran system layanan kesehatan. Standar layanan kesehatan adalah suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan kesehatan ke dalam teknologi operasional sehingga semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu system, baik pasien, penyedia, penunjang, dan manajemen organisasi layanan kesehatan.

2. Manfaat
\  Dapat membantu mengurangi variasi dengan cara menetapkan masukan, proses, dan   keluaran system pelayanan kesehatan.
\  Untuk mewujudkan harapan minimal layanan kesehatan,
\  Untuk membantu mengurangi keluaran layanan kesehatan yang merugikan
\  M9engurangi variasi layanan kesehatan yang mungkin akan terjadi dalam penyelenggaraan layanan kesehatan.


4. Peningkatan Mutu Standar Layanan Kesehatan
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan menganalisis masalah terjadinya suatu kesenjangan dan akan menentukan penyebaba masalah dan pemecahan masalah, kemudian membuat rekomendasi kepada organisasi layanan kesehatn untuk melakukan pemeriksaan masal








C. Cara pengukuran mutu
1. Cara mengukur mutu
Cara pengukuran mutu yang pertama harus dilakukan perubahan, yaitu dengan memperbaiki cara kerja  puskesmas  agar standar layanan esehatan itu dapat terpenuhi dan kegiatan atau upaya inilah yang disebut sebagai upaya peningkatan mutu. Kedua, apabila dengan sumber daya yang tersedia, puskesmas tidak mungkin mencapai standar layanan kesehatan itu, maka yang akan diusulkan adalah mengubah standar layanan kesehatan.

Penggolongan layanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi 3 (Donabedian, 1980)

*      Standar struktur
Standar struktur adalah  standar yang menjelaskan peraturan
*      Standar proses
Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan.
*      Standar Keluaran
Merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan.


STRUKTUR






à
PROSES






à
KELUARAN
Sumber daya manusia
Anamnesis
Tingkat kepatuhan meningkat
Perbekalan
Pemeriksaan fisik
Tingkat kesembuhan meningkat
Peralatan
Pemeriksaan penunjang medik
Tingkat kematian menurun
Bahan
Peresepan obat
Tingkat kesekitan menurun
Fasilitas
Penyuluhan kesehatan
Tingkat kecacatan menurun
Kebijaksanaan
Merujuk pasien
Kepuasan pasien meningkat
Tabel 1
Kerangka pikir pengukuran mutu menurut Donabedian


Kerangka pikir lain yang dikembangkan dalam lingkungan layanan kesehatan menurut Juran,1988; Maxwell, 1984:
*      Ketepatan waktu
Termasuk akses, waktu tunggu, dan waktu tindakan.
*      Informasi
Penjelasan dari jawaban apa, mengapa, bagaimana, kapan, dan siapa.
*      Kompetensi teknis
Termasuk pengetahuan kedokteran dan keperawatan, keterampilan dan pengalaman, teknologi, keparipurnaan, dan keberhasilan pengobatan.
*      Hubungan antarmanusia
Ke dalam ini termasuk rasa hormat, sopan santun, perilaku, dan empati.
*      Lingkungan
Termasuk gedung, taman, kebersihan, kenyamanan, dan keamanan.


2. penyusunan standar layanan kesehatan

Orang yang akan terlibat atau berkepentingan dengan mutu layanan kesehatan adalah:

  • Perorangan
Profesi kesehatan, petugas kesehatan, pasien, dan keluarganya.

  • Kelompok
Kelompok profesi kesehatan, organisasi profesi kesehatan, lembaga konsumen, LSM, masyarakat, politisi, asuransi kesehatan, komite akreditasi.

  • Otoritas kesehatan
Ttingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional dan internasional (WHO)


D. Peningkatan Mutu Layanan Kesehatan

Langah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan adalah:
1.      Penentuan penyebab kesenjangan antara kenyataan dengan standar layanan kesehatan.
2.      Penyusunan rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi,
Rencana akan dibuat untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi, yaitu, kesenjangan antara kenyataan pelaksanaan layanan kesehatanyang dapat dicapai dengan standar layanan kesehatan yang telah ditetapkan.
3.      Pemilihan rencana kegiatan yang terbaik
Pelaksanaan pemilihan rencana kegiatan tidak akan mengalami banyak kesulitan apabila keanggotaan kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan terdiri dari anggota-anggota yang cukup handal dan berpengalaman. Tersedianya sumber daya serta biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana kegiatan terpilih harus dipertimbangkan dengan cermat dan seksama.
4.      Pelaksanaan rencana kegiatan terpilih
Setiap orang harus mau menerima perubahan apabila ingin meningkatkan mutu layanan kesehatan secara berkesinambungan. Dengan menggunakan pendekatan dalam layanan kesehatan berarti pasien dan petugas kesehatan harus:
a.       Secara berkala diberi informasi terkini
b.      Diberi dorongan agar mau mengemukakan pandangan mereka
c.       Didengarkan pendapatnya
d.      Diberi kesempatan untuk beradu gagasan
e.       Sungguh-sungguh dilibatkan dalam proses perubahan.
5.      Penilaian atau pengukuran ulang standar layanan kesehatan
Begitu suatu  kegiatan dianggap selesai, suatu upaya pengukuran ulang standar layanan kesehatan harus dilakukan untuk memastikan keuntungan atau kerugian yang diakibatkanya.
            Jika hasilnya tidak memenuhi standar layanan keshatan, kelompok jaminan mutu layanan kesehatan harus memulai rencana kegiatan lain dan melakukan pengukuran ulang untuk mencari apakah telah terjadi peningkatan mutu layanan kesehatan.


1.                  Kasus
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus (RSUDMY) merupakan salah satu rumah sakit  rujukan tertinggi di Provinsi Bengkulu, yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik peserta askes maupun pasien umum. Pada tahun 2000-2002, terdapat penurunan kunjungan rawat jalan dan rawat inap peserta Askes, meskipun kunjungan pasien di RS swasta cenderung meningkat. Untuk kunjungan pasien askes di rawat inap, proporsi pasien Askes menurun dari 40% pada tahun 2000 menjadi 30% pada tahun 2002. Demikian pula untuk rawat jalan denagn penurunan proporsi pasien Askes dari 55,2% pada tahun 2000 menjadi 49,5% pada tahun 2002. Pad pasien umum, juga terdapat kecenderungan yang sama, yaitu menurunnya utilisasi rawat jalan terutama pada 6 bulan terakhir pada tahun 2002.
            Fakta-fakta lain juga mengindikasikan adanya penurunan mutu pelayanan. Antara lain dengan banyaknya pengaduan yang ditujukan kepada RSUDMY, rendahnya  Bed Occupancy Rate (BOR,33.21 %), tingginya Net Death rate ( NDR,19.79 % dan ZGrodd Death Rate (GDR, 40.32 %).sebagai pembanding, di RS raflesia BOR mencapai 67.94 %, NDR 6.01%, NDR 6.01 % dan GDR 15.49%
Dari  sisi pembiayaan, pemasukan yang diberikan oleh PT Askes terhadap rumah sakit adalah 20 % dari total pendapatan rumah sakit. Hal ini berarti PT askes merupakan pangsa pasar tetap bagi RSUDMY. Dengan demikian, penting diketahui persepsi pasien terhadap pelayanan yang digunakan. Penilaian persepsi pelanggan dapat didasarkan pada perbandingan antara paelayanan yang sesungguhnya diterma dan pelayanan yang diharapkan dan di ukur dengan instrument servicequality (SERVQUAL) dimensi mutu yang diukur dalam SERVQUAL adalah:
1.Tangibles (nyata)
2. Reliability (keandalan)
3. Responsiveness (daya tanggap)
4. Assurance ( kepastian atau jaminan  )
5. Empathy (empati)
Penelitian in bertujuan untuk mengetahui mutu pelayanan peserta Askes dan pasien umum serta factor-faktor yang mempengaruhi kepuasannya dirawat jalan RSUDMY, provinsi bengkulu


BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah cross-sectional survey terhadap pasien askes dan umum untuk mengetahui tingkat kepuasan terhadap mutu pelayanan yang diterima . selain itu , penelitian ini juga dilengkapi dengan wawancara mendalam terhadap 10 pasien umum dan askes untuk mengetahui pelayanan serta persepsinya terhadap pelayanan yang diterima
Subyek penelitian berjumlah 206  yang terdiri dari 109 pasien askes dan 97 pasien umum yang menggunakan jasa pelayanan rawat jalan dan memenuhi criteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan pada tahun 2002, dengan menggunakan kuesioner SERVQUAL yang dikembangkan oleh Zeithami et al. kuesioner yang berisi harapan diberikan pada saat responden berada diruang tunggu atau sebelum mendapatkan pelayanan , selanjutnya kuesioner yang berisi kenyataan pelayanan diberikan dalam amplop tertutup, untuk diisi dirumah , kemudian disusun daftar pertanyaan sebagai panduan dalam melaksanakan wawancara mendalam 5 orang pasien askes dan 5 orang pasien umum
Pengolahan data dilakukan dengan analisis statistic deskriptif, kemudian dilakukan pada uji kemaknaan dengan mann-whitney test, binomial test, t-test, dan two-way anova test. Hasil wawancara mendalam digunakan untuk mengilustrikan dan menginterprestasikan hasil analisis kuantitatif

HASIL PENELITIAN
Response rate dalam penelitian ini adalah 98.1 % (4 dari 21 responden tidak mengembalikan kuesioner). Usia rerata responden 39 tahun, sebagian besar perempuan, berpendidikan SLTA sederajat. Apabila dibedakan menurut kelompok pasien askes dan pasien umum ( dengan Mann Whitney U test), maka terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal usia (p=0,00), dan pendidikan (p=0.03). pasien askes lebih tua di banding pasien umum dan banyak pasien umum yang berpendidikan setingkat SLTA. Tidak ada perbedaan yang bermakna menurut jenis kelamin (p=0.81). dan tidak ada perbedaan yang bermakna antara pekerjaan responden (binomial test,p=0,44)
Negatifnya nilai unweighted SERVQUAL score menunjukkan bahwa baik pasien askes maupun pasien umum meras tidak puas dengan pelayanan yang diberikan dirawat jalan RSUDMY. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam score SERVQUAL antara pasien askes dan umum (t=0.03;p>0.05). hal ini didukung oleh pernyataan pasien umum dan askes yang membandingkan dengan pelayanan dirumah sakit swasta
Apabila dianalisis per dimensi mutu, tingkat kepuasan perdimensi juga menunjukkan skor negatef pada pasien askes dan umum. Pasien askes dan umum merasa tidak puas terhadap aspek urutan dimensi yang paling tidak memuaskan adalh responsiveness (ketanggapan) empathy (empati), tangibility (nyata) assurance, (jaminan) dan reliability (keandalan). Tidak terdapat perbedaan yagn bermaknap=0.05) antara skor per dimensi pada pasien askes dan umum
Ketidakpuasan terhadap dimensi responsiveness juga jelas terungkap melalui keluhan-keluhan pasien terhadap waktu tunggu.

PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan pasien askes terhadap pelayanan di rumah sakit secara umum disebabkan karena rendahnya mutu pelayanan kepada pasien pada umumnya. Apabila secara umum mutu pelayanan rumahsakit buruk, maka pasien askes akan semakin meraskan dampaknya, hal tersebut disebabkan oleh prosedur administrasi yang semakin kompleks bila dibandingkan dengan pasien umum.
Rendahnya mutu pelayanan dapat disebabkan oleh faktor input (kurangnya fasilitas, peralatan, tenaga dokter ahli, dana, dan sebagainya), proses (proses penetapan diagnose, pengobatan penyakit, dan sebagainya) ataupun outcome (ketidakpuasan, tingkat kematian atau kecacatan yang tinggi, dan sebagainya). Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pelayanan di RSUDMY diantaranya adalah jumlah dokter spesialis, kuantitas dan kualitas perawat, serta kemungkinan tarif pelayanan yang terlalu rendah , selain itu alokasi pendanaan masih memprioritaskan terlalu rendah. Kecilnya alokasi dana untuk opersional RSUDMY disertai dengan tingginya target pemasukan PAD merupakan salah satu alasan kecilnya dana untuk peningkatan mutu pelayanan
Rendahnya persepsi pasien askes dan umum terhadap mutu pelayanan rawat jalan juga dapat disebakan oleh tingginya harapan pasien terhadap pelayanan yang diterimanya (dengan skor 6.65 pada pasien askes dan 6.63 pada pasien umum)
Dalam usaha memperbaik mutu pelayanan diperlukan usaha-usaha diseminasi secara baerkesinambungan oleh PT Askes kepada peserta diunit –unit kerja atau perkumpulan peserta askes dan palaksanaan langsung pelayanan kesehatan untuk meningkatkan transparansi informasi mengenai pelayanan askes, sedangkan untuk pasien umum ,skor harapan pasien juga hanya sedikit dibawah harapan pasien askes. Artinya , pasien umum juga  mempunyai harapan yagn tinggi terhadap mutu pelayanan RSUDMY
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kelima dimensi mutu pada pasien umum dan askes. Karakteristik pasien juga tidak berpengaruh terhadap perbedaan tersebut. Skor SERVQUAL unweighted yang negatif menunjukkan bahwa baik pasien umum maupun akses merassa tidak puas terhadap kelima dimensi tersebut. Dimensi dinilai paing tidak memuaskan adalah dimensi responsiveness. Hal ini sejalan dengan penelitian lee yang menyatakan bahwa dimensi responsiveness lebih penting dalm industri yang berbasis orang dan berlawanan dengan penelitian parasuraman, yagn menyatakan bahwa dimensi mutu pelayanan yang relatif  lebih penting adalah reliability. Urutan dimensi berdasarkan tingkat kepentingan bagi pasien akses dan umum adalah dimensi responsivenness, empathy, tangibebles, assurance dan reliability
Konsekuensinya, dalam usaha perbaikan mutu pelayanan, RSUDMY perlu mefokuskan pada dimensi yang banyak menjadi kritikan pasien, yaitu dalam hal kemampuan membantu pasien dan memberikan pelayanan yang cepat. Kepedulian dokter dan perawat terhadap pasien, fasilitas, peralatan dan kenyamanan ruangan. Diperlukan usaha-usaha pelatihan penerapan customer service dalam konsep pelayanan kesehatan di rawat jalan. Hal ini sejalan pendapat Woodside et al bahwa sumbngan kepuasan jasa pelayanan jau melebihi yang lain

2.         Analisa
            A. Menentukan 6 elemen sistem yang terdapat didalam kasus tersebut.
1)      Input adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan
untuk berfungsinya suatu sistem.
Ketidakprofesionalan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan (fasilitas, peralatan, tenaga dokter ahli, dana, dan sbgainya)
2)   Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
Ex: Kegiatan pelayanan kesehatan (penetapan diagnosa, pengobatan penyakit ) RSUDMY
Kualitas pelayanan di RS ini masih tergolong rendah, kemungkinan hal ini disebabkan karena rendahnya tarif pelayanan, jumlah dokter spesialis, kuantitas dan kualitas perawat.
3)   Output ialah hal yang dihasilkan oleh proses.
Keluhan yang diakibatkan oleh ketidakpuasan klien terhadap pelayanan di RSUDMY.
“ Dengan swasta samalah, dokternya kan sama aja, cuman waktu menunggunya agak lama…”( Pasien Umum)
“ Kita datangnya pagi. Dokternya kesena-kesana, kadang-kadang dokternya tidak ada, membosankan terlalu lama menunggu” ( Pasien Askes)
4) Dampak ialah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya. Menurunnya jumlah klien di RS RSUDMY dari 40% menjadi 30%.
5) Umpan Balik adalah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut.
Ex: Klien mengomentari secara langsung kinerja input.
“pelayanan di RS swasta jauh berbeda dengan rumah sakit ini, pelayanan di RS swasta bagus sekali, di RS swasta keluhan dilayani dengan baik “(pasien askes)
6)  Lingkungan ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.
Komentar klien terhadap pelayanan di RSUDMY yang sudah pasti akan didengar oleh masyarakat lain, sehingga akan mempengaruhi jumlah pengunjung ke RS tersebut.

B.
1. Mutu Layanan Kesehatan
Dari pembahasan kelompok kami, keadaan mutu pelayanan kesehatan di RSUDMY masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya keluhan dari pasien baik askes maupun nonaskes yang menyatakan ketidakpuasannya terhadap pelayanan di rumah sakit tersebut.
“ Dengan swasta samalah, dokternya kan sama aja, cuman waktu menunggunya agak lama…”( Pasien Umum)
“ Kita datangnya pagi. Dokternya kesena-kesana, kadang-kadang dokternya tidak ada, membosankan terlalu lama menunggu” ( Pasien Askes).
2.      Standar Layanan Kesehatan
























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

 Menurut pasien umum dan askes, mutu pelayanan rawat jalan di RSUDMY belum memuaskan, baik secara umum maupun pada setiap dimensi mutunya. Urutan dimensi mutu yang terpenting adalah responsiveness, empathy, tangibles, assurance dan reliability. Dari hasil penelitian ini, disarankan agar peningkatan mutu pelayanan bagi pasien askes dirawat jalan dilakukan melalui strategi peningkatn mutu pelayanan secara umum bagi pasien yagn menggunakan pelayanan rumah sakit dan tidak hanya terfokus pada pelayanan askes. Selain itu, perbaikan mutu pelayanan perludiprioritaskan pada dimensi yang dianggap terpenting oleh pasien, yaitu dimensi responsiveness ( daya tanggap).


DAFTAR PUSTAKA

Pohan, Imbola S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta : EGC

Sabarguna, Boy S. 2005. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit. Yogyakarta : Konsorsium RSI Jateng-DIY

Sabarguna, Boy S. 2003. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit. Yogyakarta : Konsorsium RSI Jateng-DIY


1 komentar:

  1. Bpk.DR.SULARDI. MM beliau selaku DEPUTI BIDANG BINA PENGADAAN, KEPANGKATAN DAN PENSIUN BKN PUSAT,dan dialah membantu kelulusan saya selama ini,alhamdulillah SK saya tahun ini bisa keluar.Teman teman yg ingin seperti saya silahkan anda hubungi bpk DR.SULARDI.MM Tlp; 0813-4662-6222. Siapa tau beliau mau bantu

    BalasHapus