BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jaminan mutu layanan kesehatan atau Quality Assurance in Healthcare merupakan
salah satu upaya yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan
kesehatan kepada pasien, baik perorangan ataupun kelompok, oleh karena itu
pemberi pelayanan diharuskan selalu berupaya memberikan layanan kesehatan yang
terbaik dan bermutu.
Upaya peningkatan jaminan mutu layanan kesehatan
telah menjadi sesuatu yang sistematik serta terus menerus dievaluasi dan
disempurnakan. Upaya peningkatan ini menjadi sangat penting sewaktu melakukan
evaluasi layanan kesehatan, fasilitasi hubungan antara pemilik layanan
kesehatan dengan asuransi kesehatan dan saat menghitung nilai uang yang telah
dibelanjakan untuk membeli layanan kesehatan itu.
B.
Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan
informasi mengenai hal – hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan
tujuan khusus makalah ini adalah untuk membandingkan keadaan pelayanan
kesehatan yang sesungguhnya di lapangan dengan informasi yang didapat dari
referensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Pelayanan Kesehatan
Sistem pelayanan
kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan
kesehatan masyarakat (public health services). Dalam makalah ini, hanya akan
dibahas system pelayanan kesehatan masyarakat saja.
Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat merupakan
subsystem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak
melakukan pelayanan kuratif ( pengobatan ) dan rehabilitatif ( pemulihan )
Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat
menyangkut kepentingan rakyat banyak maka peranan pemerintah dalam pelayanan
kesehatan masyarakat mempunyai porsi yang besar. Namun demikian karena
keterbatasan sumber daya pemerintah maka potensi masyarakat perlu digali atau
diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat
dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini
mencakup 3 dimensi, yakni :
a. Potensi masyarakat dalam arti komunitas (RT, RW, kelurahan, dan sebagainya). Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) untuk anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentuk-bentuk partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
b. Menggalang potensi masyarakat melalui
organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut Lembaga-Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat oleh
LSM-LSM pada hakekatnya juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam
system pelayanan kesehaatn masyarakat.
c. Menggalang potensi masyarakat melalui
perusahaan-perusahaan swasta yang ikut membantu meringankan beban penyelenggara
pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas, balkesmas, dan sebagainya), juga
merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat.
Pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun swasta perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara
lain :
1. Penanggung jawab
Suatu sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus ada
penanggung jawab
oleh pemerintah maupun oleh swasta. Namun demikian di Indonesia,
pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan) merupakan tanggung jawab yang
paling tinggi. Artinya pengawasan, standar pelayanan dan sebagainya bagi
pelayanan kesehatan masyarakat baik pemerintah (puskesmas) maupun swasta
(balkesmas) adalah dibawah koordinasi Departemen Kesehatan.
2. Standar Pelayanan
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah
maupun swasta harus berdasarkan pada suatu standar tertentu. Di Indonesia,
standar ini telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dengan adanya buku
Pedoman Puskesmas.
3. Hubungan Kerja
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat harus mempunyai
pembagian kerja yang jelas antara bagian satu dengan yang lain. Artinya
fasilitas kesehatan tersebut harus mempunyai struktur organisasi yang jelas dan
menggambarkan hubungan kerja, baik horizontal maupun vertiakal.
4. Pengorganisasian Potensi Masyarakat
Ciri khas dari sistem pelayanan
kesehatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau pengorganisasian
masyarakat. Upaya ini penting (terutama di Indonesia) karena adanya
keterbatasan sumber-sumber daya dari penyelenggara pelayanan kesehatan
masyarakat, perlu keikutsertaan masyarakat ini.
B. Mutu Layanan
Kesehatan
1. Pengertian mutu
Mutu adalah perkataan
yang sudah lazim digunakan, baik oleh lingkungan kehidupan akademis ataupun
dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat
kepuasan orang yang satu dengan yang lain terhadap sesuatu pasti tidak sama.
Perbedaan itu disebabkanantara lain oleh perbedaan pengalaman, perasaan, latar
belakang, suku, tingkat social dan pendidikan. Jika semua cirri-ciri itu
dikumpulkan sebagai suatu daftar cirri atau karakteistik, kumpulan cirri itulah
yang disebut sebagai mutu. Untuk
smentara mutu barang atau jasa dapat kita definisikan sebagai keseluruhan
karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang
tersirat.
Setiap mereka yang terlibat dalam layanan
kesehatan, pasti mempunyai pandangan yang berbeda tentang unsur yang penting
dalam mutu layanan kesehatan. Perbedaan perspektif tersebut antara lain
disebabkan oleh terdapatnya pebedaan dalam latar belakang, pendidikan,
pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan, dan kepentingan.
Setiap orang akan menilai mutu layanan kesehatan berdasarkan
standard an atau karakteristik/criteria yang berbeda-beda. Salah satu kesulitan
dalam merumuskan pengertian mutu layanan kesehatan adalah karena mutu layanan
kesehatan itu sangat melekat dengan faktor-faktor subjektivitas orang yang
berkepentingan.
2. Perspektif mutu layanan kesehatan
\
Perspektif pasien/masyarakat
Melihat layanan
kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi
kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan
santun, tepat, waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah
berkembangnya atau meluasnya penyakit.
Pandangan
pasien/masyarakat ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan
mematuhi pengobatan dan mau dating berobat kembali. Dimensi mutu layanan
kesehatan yang berhubungan dengan kepuasan pasien dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.
\
Perspektif pemberi layanan kesehatan
Pemberi layanan
kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan
ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam
setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir,
dan bagaimana keluaran (outcome) atau
hasil layanan kesehatan itu.
\
Perspektif penyandang dana
penyandang dana
atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai
suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif, pasien diharapkan dapat
disembuhkan dalam waktu sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan
dapat menjadi efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
akan digalakkan agar penggunaan layanan kesehatan penyembuhan semakin
berkurang.
\
Perspektif pemilik layanan kesehatan
Pemilik saran
layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan
layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya
operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tariff layanan kesehatan yang masih
terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya ketika belum
terdapat keluhan pasien dan masyarakat.
\
Perspektif administrator layanan kesehatan
Administrator
layanan kesehatan walau tidak langsung memberikan layanan kesehatan, ikut
bertanggungjawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Pemusatan perhatian
terhadap beberapa dimensi mutu layanan kesehatan tertentu, akan membantu
administrator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan
apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.
Mutu layanan
kesehatan akan selalu menyangkut dua aspek, yaiu: pertama. Aspek teknis dari
penyediaan layanan kesehatan itu sendiri dan kedua, aspek kemanusiaan yang
timbul sebagai akibat hubungan yang terjadi antara pemberi layanan kesehatan
dan penerima layanan kesehatan.
3. Dimensi Mutu layanan kesehatan
·
Dimensi kompetensi teknis
Menyangkut
keterampilan, kemampuan, dan penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan.dimensi
ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar
layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi kepatuhan, ketepatan,
kebenaran dan konsistensi.
·
Dimensi keterjangkauan atau akses
Layanan
kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan
geografis, social, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak,lama
perjalanan, biaya perjalanan, dan lain-lain. Akses social berhubungan dengan
dapat diterimaatau tidaknya layanan kesehatan itu secara social atau nilai
budaya, kepercayaan, dan perilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan
membayar biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan
itu diatur agar memberi kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses
bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek
yang dapat dipahami oleh pasien.
·
Dimensi efektifitas
Layanan
kesehatan harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah
terjadinya penyakit serta berkembangnya dan atau meluasnya penyakit yang ada.
·
Dimensi efisiensi
Sumber
daya layanan kesehatan sangat terbatas. Oleh sebab itu, dimensi efisiensi
sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak
pasien/masyarakat.
·
Dimensi kesinambungan
Pasien
harus dapat dilayani sesuai kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan
tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu.
·
Dimensi keamanan
Layanan
kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek samping
atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh layanan kesehatan itu sendiri.
·
Dimensi kenyamanan
Dimensi
ini mempengaruhi pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk dating berobat
kembali. Kenyamanan dan kenikmayan dapat menimbulkan kepercayaan pasien kepada
organisasi layanan kesehatan.
·
Dimensi informasi
Layanan
kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa,
siapa, kapan, dimana. Dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan atau telah
dilaksanakan.
·
Dimensi ketepatan waktu
Agar
berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi
pelayanan yang tepat, danmenggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta
dengan biaya yang efisien (tepat).
·
Dimensi hubungan antarmanusia
Mubungan
antarmanusia merupakan interaksi antara pemberi layanan kesehatan (provider)
dengan pasien/konsumen, antar sesame pemberi layanan kesehatan, dinas
kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat.
B. Standar Layanan Kesehatan
1.
Pengertian
Merupakan suatu
pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu akan menyangkut masukan, proses,
dan keluaran system layanan kesehatan. Standar layanan kesehatan adalah suatu
alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan kesehatan ke dalam teknologi
operasional sehingga semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan
terikat dalam suatu system, baik pasien, penyedia, penunjang, dan manajemen
organisasi layanan kesehatan.
2.
Manfaat
\
Dapat membantu mengurangi variasi dengan cara
menetapkan masukan, proses, dan keluaran
system pelayanan kesehatan.
\ Untuk mewujudkan harapan minimal layanan
kesehatan,
\ Untuk membantu mengurangi keluaran layanan
kesehatan yang merugikan
\
M9engurangi variasi layanan kesehatan yang
mungkin akan terjadi dalam penyelenggaraan layanan kesehatan.
4. Peningkatan Mutu Standar Layanan Kesehatan
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan
akan menganalisis masalah terjadinya suatu kesenjangan dan akan menentukan
penyebaba masalah dan pemecahan masalah, kemudian membuat rekomendasi kepada
organisasi layanan kesehatn untuk melakukan pemeriksaan masal
C. Cara pengukuran mutu
1. Cara mengukur mutu
Cara pengukuran
mutu yang pertama harus dilakukan perubahan, yaitu dengan memperbaiki cara
kerja puskesmas agar standar layanan esehatan itu dapat
terpenuhi dan kegiatan atau upaya inilah yang disebut sebagai upaya peningkatan
mutu. Kedua, apabila dengan sumber daya yang tersedia, puskesmas tidak mungkin
mencapai standar layanan kesehatan itu, maka yang akan diusulkan adalah
mengubah standar layanan kesehatan.
Penggolongan layanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi 3 (Donabedian,
1980)
Standar struktur
Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan
Standar proses
Standar proses
adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan layanan
kesehatan.
Standar Keluaran
Merupakan hasil
akhir atau akibat dari layanan kesehatan.
STRUKTUR
|
à
|
PROSES
|
à
|
KELUARAN
|
Sumber daya manusia
|
Anamnesis
|
Tingkat kepatuhan
meningkat
|
||
Perbekalan
|
Pemeriksaan fisik
|
Tingkat kesembuhan
meningkat
|
||
Peralatan
|
Pemeriksaan
penunjang medik
|
Tingkat kematian
menurun
|
||
Bahan
|
Peresepan obat
|
Tingkat kesekitan
menurun
|
||
Fasilitas
|
Penyuluhan
kesehatan
|
Tingkat kecacatan
menurun
|
||
Kebijaksanaan
|
Merujuk pasien
|
Kepuasan pasien meningkat
|
Tabel 1
Kerangka pikir pengukuran mutu menurut Donabedian
Kerangka pikir lain yang dikembangkan dalam lingkungan
layanan kesehatan menurut Juran,1988; Maxwell, 1984:
Ketepatan waktu
Termasuk akses, waktu tunggu, dan
waktu tindakan.
Informasi
Penjelasan dari jawaban apa,
mengapa, bagaimana, kapan, dan siapa.
Kompetensi teknis
Termasuk pengetahuan kedokteran dan keperawatan,
keterampilan dan pengalaman, teknologi, keparipurnaan, dan keberhasilan
pengobatan.
Hubungan antarmanusia
Ke dalam ini termasuk rasa hormat, sopan santun, perilaku, dan empati.
Lingkungan
Termasuk gedung, taman, kebersihan, kenyamanan, dan keamanan.
2. penyusunan
standar layanan kesehatan
Orang yang akan
terlibat atau berkepentingan dengan mutu layanan kesehatan adalah:
- Perorangan
Profesi kesehatan, petugas kesehatan, pasien, dan keluarganya.
- Kelompok
Kelompok profesi kesehatan, organisasi profesi
kesehatan, lembaga konsumen, LSM, masyarakat, politisi, asuransi kesehatan,
komite akreditasi.
- Otoritas kesehatan
Ttingkat kabupaten/kota, provinsi,
nasional dan internasional (WHO)
D. Peningkatan Mutu Layanan Kesehatan
Langah-langkah yang dilakukan untuk
meningkatkan mutu layanan kesehatan adalah:
1.
Penentuan penyebab kesenjangan antara kenyataan dengan
standar layanan kesehatan.
2. Penyusunan
rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi,
Rencana akan dibuat untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi,
yaitu, kesenjangan antara kenyataan pelaksanaan layanan kesehatanyang dapat
dicapai dengan standar layanan kesehatan yang telah ditetapkan.
3. Pemilihan
rencana kegiatan yang terbaik
Pelaksanaan pemilihan rencana kegiatan tidak akan mengalami
banyak kesulitan apabila keanggotaan kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan
terdiri dari anggota-anggota yang cukup handal dan berpengalaman. Tersedianya
sumber daya serta biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana kegiatan
terpilih harus dipertimbangkan dengan cermat dan seksama.
4. Pelaksanaan
rencana kegiatan terpilih
Setiap orang harus mau menerima perubahan apabila ingin
meningkatkan mutu layanan kesehatan secara berkesinambungan. Dengan menggunakan
pendekatan dalam layanan kesehatan berarti pasien dan petugas kesehatan harus:
a.
Secara berkala diberi informasi terkini
b. Diberi dorongan agar mau mengemukakan
pandangan mereka
c.
Didengarkan pendapatnya
d.
Diberi kesempatan untuk beradu gagasan
e.
Sungguh-sungguh dilibatkan dalam proses perubahan.
5. Penilaian
atau pengukuran ulang standar layanan kesehatan
Begitu suatu kegiatan
dianggap selesai, suatu upaya pengukuran ulang standar layanan kesehatan harus
dilakukan untuk memastikan keuntungan atau kerugian yang diakibatkanya.
Jika hasilnya tidak memenuhi standar
layanan keshatan, kelompok jaminan mutu layanan kesehatan harus memulai rencana
kegiatan lain dan melakukan pengukuran ulang untuk mencari apakah telah terjadi
peningkatan mutu layanan kesehatan.
1.
Kasus
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus (RSUDMY) merupakan salah
satu rumah sakit rujukan tertinggi di
Provinsi Bengkulu, yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik peserta
askes maupun pasien umum. Pada tahun 2000-2002, terdapat penurunan kunjungan
rawat jalan dan rawat inap peserta Askes, meskipun kunjungan pasien di RS swasta
cenderung meningkat. Untuk kunjungan pasien askes di rawat inap, proporsi
pasien Askes menurun dari 40% pada tahun 2000 menjadi 30% pada tahun 2002. Demikian pula untuk rawat jalan denagn
penurunan proporsi pasien Askes dari 55,2% pada tahun 2000 menjadi 49,5% pada
tahun 2002. Pad pasien umum, juga terdapat kecenderungan yang sama, yaitu
menurunnya utilisasi rawat jalan terutama pada 6 bulan terakhir pada tahun
2002.
Fakta-fakta
lain juga mengindikasikan adanya penurunan mutu pelayanan. Antara lain dengan
banyaknya pengaduan yang ditujukan kepada RSUDMY, rendahnya Bed Occupancy Rate (BOR,33.21 %), tingginya
Net Death rate ( NDR,19.79 % dan ZGrodd Death Rate (GDR, 40.32 %).sebagai
pembanding, di RS raflesia BOR mencapai 67.94 %, NDR 6.01%, NDR 6.01 % dan GDR
15.49%
Dari sisi pembiayaan,
pemasukan yang diberikan oleh PT Askes terhadap rumah sakit adalah 20 % dari
total pendapatan rumah sakit. Hal ini berarti PT askes merupakan pangsa pasar
tetap bagi RSUDMY. Dengan demikian, penting diketahui persepsi pasien terhadap
pelayanan yang digunakan. Penilaian persepsi pelanggan dapat didasarkan pada
perbandingan antara paelayanan yang sesungguhnya diterma dan pelayanan yang
diharapkan dan di ukur dengan instrument servicequality (SERVQUAL) dimensi mutu
yang diukur dalam SERVQUAL adalah:
1.Tangibles (nyata)
2. Reliability (keandalan)
3. Responsiveness (daya tanggap)
4. Assurance ( kepastian atau
jaminan )
5. Empathy (empati)
Penelitian
in bertujuan untuk mengetahui mutu pelayanan peserta Askes dan pasien umum
serta factor-faktor yang mempengaruhi kepuasannya dirawat jalan RSUDMY,
provinsi bengkulu
BAHAN DAN CARA
PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah cross-sectional survey terhadap
pasien askes dan umum untuk mengetahui tingkat kepuasan terhadap mutu pelayanan
yang diterima . selain itu , penelitian ini juga dilengkapi dengan wawancara
mendalam terhadap 10 pasien umum dan askes untuk mengetahui pelayanan serta
persepsinya terhadap pelayanan yang diterima
Subyek penelitian berjumlah 206 yang terdiri dari 109 pasien askes dan 97
pasien umum yang menggunakan jasa pelayanan rawat jalan dan memenuhi criteria
inklusi. Pengumpulan data dilakukan pada tahun 2002, dengan menggunakan
kuesioner SERVQUAL yang dikembangkan oleh Zeithami et al. kuesioner yang berisi
harapan diberikan pada saat responden berada diruang tunggu atau sebelum
mendapatkan pelayanan , selanjutnya kuesioner yang berisi kenyataan pelayanan
diberikan dalam amplop tertutup, untuk diisi dirumah , kemudian disusun daftar
pertanyaan sebagai panduan dalam melaksanakan wawancara mendalam 5 orang pasien
askes dan 5 orang pasien umum
Pengolahan data dilakukan dengan analisis statistic
deskriptif, kemudian dilakukan pada uji kemaknaan dengan mann-whitney test,
binomial test, t-test, dan two-way anova test. Hasil wawancara mendalam
digunakan untuk mengilustrikan dan menginterprestasikan hasil analisis
kuantitatif
HASIL PENELITIAN
Response
rate dalam penelitian ini adalah 98.1 % (4 dari 21 responden tidak
mengembalikan kuesioner). Usia rerata responden 39 tahun, sebagian besar
perempuan, berpendidikan SLTA sederajat. Apabila dibedakan menurut kelompok
pasien askes dan pasien umum ( dengan Mann Whitney U test), maka terdapat
perbedaan yang bermakna dalam hal usia (p=0,00), dan pendidikan (p=0.03).
pasien askes lebih tua di banding pasien umum dan banyak pasien umum yang
berpendidikan setingkat SLTA. Tidak ada perbedaan yang bermakna menurut jenis
kelamin (p=0.81). dan tidak ada perbedaan yang bermakna antara pekerjaan
responden (binomial test,p=0,44)
Negatifnya nilai unweighted SERVQUAL score menunjukkan bahwa
baik pasien askes maupun pasien umum meras tidak puas dengan pelayanan yang
diberikan dirawat jalan RSUDMY. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam score
SERVQUAL antara pasien askes dan umum (t=0.03;p>0.05). hal ini didukung oleh
pernyataan pasien umum dan askes yang membandingkan dengan pelayanan dirumah
sakit swasta
Apabila dianalisis per dimensi mutu, tingkat kepuasan
perdimensi juga menunjukkan skor negatef pada pasien askes dan umum. Pasien
askes dan umum merasa tidak puas terhadap aspek urutan dimensi yang paling
tidak memuaskan adalh responsiveness (ketanggapan) empathy (empati), tangibility
(nyata) assurance, (jaminan) dan reliability (keandalan). Tidak terdapat
perbedaan yagn bermaknap=0.05) antara skor per dimensi pada pasien askes dan
umum
Ketidakpuasan terhadap dimensi responsiveness juga jelas
terungkap melalui keluhan-keluhan pasien terhadap waktu tunggu.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan pasien askes terhadap
pelayanan di rumah sakit secara umum disebabkan karena rendahnya mutu pelayanan
kepada pasien pada umumnya. Apabila secara umum mutu pelayanan rumahsakit
buruk, maka pasien askes akan semakin meraskan dampaknya, hal tersebut
disebabkan oleh prosedur administrasi yang semakin kompleks bila dibandingkan
dengan pasien umum.
Rendahnya mutu pelayanan dapat disebabkan oleh faktor input (kurangnya
fasilitas, peralatan, tenaga dokter ahli, dana, dan sebagainya), proses (proses
penetapan diagnose, pengobatan penyakit, dan sebagainya) ataupun outcome
(ketidakpuasan, tingkat kematian atau kecacatan yang tinggi, dan sebagainya). Beberapa
faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pelayanan di RSUDMY diantaranya adalah jumlah
dokter spesialis, kuantitas dan kualitas perawat, serta kemungkinan tarif
pelayanan yang terlalu rendah , selain itu alokasi pendanaan masih
memprioritaskan terlalu rendah. Kecilnya alokasi dana untuk opersional RSUDMY
disertai dengan tingginya target pemasukan PAD merupakan salah satu alasan
kecilnya dana untuk peningkatan mutu pelayanan
Rendahnya persepsi pasien askes dan umum terhadap mutu pelayanan rawat
jalan juga dapat disebakan oleh tingginya harapan pasien terhadap pelayanan
yang diterimanya (dengan skor 6.65 pada pasien askes dan 6.63 pada pasien umum)
Dalam usaha memperbaik mutu pelayanan diperlukan usaha-usaha diseminasi
secara baerkesinambungan oleh PT Askes kepada peserta diunit –unit kerja atau
perkumpulan peserta askes dan palaksanaan langsung pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan transparansi informasi mengenai pelayanan askes, sedangkan untuk
pasien umum ,skor harapan pasien juga hanya sedikit dibawah harapan pasien
askes. Artinya , pasien umum juga
mempunyai harapan yagn tinggi terhadap mutu pelayanan RSUDMY
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna pada kelima dimensi mutu pada pasien umum dan askes. Karakteristik
pasien juga tidak berpengaruh terhadap perbedaan tersebut. Skor SERVQUAL
unweighted yang negatif menunjukkan bahwa baik pasien umum maupun akses merassa
tidak puas terhadap kelima dimensi tersebut. Dimensi dinilai paing tidak
memuaskan adalah dimensi responsiveness. Hal ini sejalan dengan penelitian lee
yang menyatakan bahwa dimensi responsiveness lebih penting dalm industri yang
berbasis orang dan berlawanan dengan penelitian parasuraman, yagn menyatakan
bahwa dimensi mutu pelayanan yang relatif
lebih penting adalah reliability. Urutan dimensi berdasarkan tingkat
kepentingan bagi pasien akses dan umum adalah dimensi responsivenness, empathy,
tangibebles, assurance dan reliability
Konsekuensinya, dalam usaha perbaikan mutu pelayanan,
RSUDMY perlu mefokuskan pada dimensi yang banyak menjadi kritikan pasien, yaitu
dalam hal kemampuan membantu pasien dan memberikan pelayanan yang cepat.
Kepedulian dokter dan perawat terhadap pasien, fasilitas, peralatan dan
kenyamanan ruangan. Diperlukan usaha-usaha pelatihan penerapan customer service
dalam konsep pelayanan kesehatan di rawat jalan. Hal ini sejalan pendapat
Woodside et al bahwa sumbngan kepuasan jasa pelayanan jau melebihi yang lain
2. Analisa
A.
Menentukan 6 elemen sistem yang terdapat didalam kasus tersebut.
1)
Input adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai
masukan
untuk berfungsinya suatu sistem.
untuk berfungsinya suatu sistem.
Ketidakprofesionalan tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan (fasilitas, peralatan, tenaga dokter ahli, dana, dan sbgainya)
2) Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi
untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang
direncanakan.
Ex: Kegiatan pelayanan kesehatan (penetapan diagnosa,
pengobatan penyakit ) RSUDMY
Kualitas pelayanan di RS ini masih tergolong rendah,
kemungkinan hal ini disebabkan karena rendahnya tarif pelayanan, jumlah dokter
spesialis, kuantitas dan kualitas perawat.
3) Output
ialah hal yang dihasilkan oleh proses.
Keluhan yang diakibatkan oleh ketidakpuasan klien
terhadap pelayanan di RSUDMY.
“ Dengan swasta samalah, dokternya kan sama aja, cuman waktu menunggunya agak
lama…”( Pasien Umum)
“ Kita datangnya pagi. Dokternya kesena-kesana,
kadang-kadang dokternya tidak ada, membosankan terlalu lama menunggu” ( Pasien Askes)
4) Dampak ialah akibat yang dihasilkan oleh keluaran
setelah beberapa waktu lamanya. Menurunnya jumlah klien di RS RSUDMY dari 40%
menjadi 30%.
5) Umpan Balik adalah juga merupakan hasil dari
proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut.
Ex: Klien mengomentari secara langsung kinerja input.
“pelayanan di RS swasta jauh berbeda dengan rumah
sakit ini, pelayanan di RS swasta bagus sekali, di RS swasta keluhan dilayani
dengan baik “(pasien askes)
6) Lingkungan ialah dunia di luar sistem yang
mempengaruhi sistem tersebut.
Komentar klien terhadap pelayanan di RSUDMY yang
sudah pasti akan didengar oleh masyarakat lain, sehingga akan mempengaruhi
jumlah pengunjung ke RS tersebut.
B.
1. Mutu Layanan Kesehatan
Dari pembahasan kelompok kami, keadaan
mutu pelayanan kesehatan di RSUDMY masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya keluhan dari pasien baik askes maupun nonaskes yang menyatakan
ketidakpuasannya terhadap pelayanan di rumah sakit tersebut.
“ Dengan swasta samalah, dokternya kan sama aja,
cuman waktu menunggunya agak lama…”( Pasien Umum)
“ Kita datangnya pagi. Dokternya kesena-kesana,
kadang-kadang dokternya tidak ada, membosankan terlalu lama menunggu” ( Pasien Askes).
2.
Standar Layanan Kesehatan
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAN SARAN
Menurut pasien umum dan askes, mutu pelayanan
rawat jalan di RSUDMY belum memuaskan, baik secara umum maupun pada setiap
dimensi mutunya. Urutan dimensi mutu yang terpenting adalah responsiveness,
empathy, tangibles, assurance dan reliability. Dari hasil penelitian ini,
disarankan agar peningkatan mutu pelayanan bagi pasien askes dirawat jalan
dilakukan melalui strategi peningkatn mutu pelayanan secara umum bagi pasien
yagn menggunakan pelayanan rumah sakit dan tidak hanya terfokus pada pelayanan
askes. Selain itu, perbaikan mutu pelayanan perludiprioritaskan pada dimensi
yang dianggap terpenting oleh pasien, yaitu dimensi responsiveness ( daya
tanggap).
DAFTAR
PUSTAKA
Pohan, Imbola S.
2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan.
Jakarta : EGC
Sabarguna, Boy
S. 2005. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit.
Yogyakarta : Konsorsium RSI Jateng-DIY
Sabarguna, Boy
S. 2003. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit.
Yogyakarta : Konsorsium RSI Jateng-DIY
Bpk.DR.SULARDI. MM beliau selaku DEPUTI BIDANG BINA PENGADAAN, KEPANGKATAN DAN PENSIUN BKN PUSAT,dan dialah membantu kelulusan saya selama ini,alhamdulillah SK saya tahun ini bisa keluar.Teman teman yg ingin seperti saya silahkan anda hubungi bpk DR.SULARDI.MM Tlp; 0813-4662-6222. Siapa tau beliau mau bantu
BalasHapus