BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bebagai
masalah etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan telah menimbulakan
konflik antara kebutuhan pasien dengan harapan perawat dan falsafah
keperawatan. Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika
kesehatan, dalam kaitan ini dikenal istilah masalah etika biomedis atau
bioetis. Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang mempelajari masalah masalah
yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama dibidang biologi dan
kedokteran.
Untuk
mmecahkan berbagai masalah bioetis, telah dibentuk organisasi internasional.
Para ahli telah mngidentifikasi masalah bioetis yang dihadapi oleh para tenaga
kesehatan, termasuk juga perawat. Permasalahan etis yang dibahas secara singkat
disini adalah berkata jujur, AIDS, Abortus, menghentikan pengobatan cairan dan
makanan, eutanasia, transplantasi organ, kloning, bayi tabung atau insemenasi
buatan, adapun yang akan dibahas pertama disini adalah transfusi darah (Lanuer,
1983:12).
Dalam kesempatan ini penulis akan membahas
tentang permasalahan etika dalam praktik
keperawatan diantaranya jujur, AIDS, bayi tabung (inseminasi buatan), abortus,
eutanasia, penghentian pemberian makanan, cairan, dan pengobatan, transplantasi
organ, serta kloning merupakan suatu permasalahan yang sangat panas dan menjadi
perdebatan di berbagai negara tentang diperbolehkan atau tidaknya diterapkan
atau diimplementasikan pada manusia dan selain itu juga hal ini berkaitan erat
dengan profesi kesehatan khususnya perawat atau disebut dengan permasalahan
etika dalam praktik keperawatan. Terlepas dari fakta bahwa berbagai jenis
masalah yang diatas ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas dapat dirumusakan permasalahan yaitu apa sajakah
yang termasuk permasalahan etika dalam praktik keperawatan serta contohnya?
BAB II. EMBAHASAN
A. TRANSFUSI
DARAH
1. Sejarah
singkat transfusi darah
Transfusi
darah adalah penginjeksian darah dari seseorang (donor) kedalam sistem
peredaran darah seseorang yang lain (resipien). Transfusi darah tidak pernah
terjadi kecuali setelah ditemukan sirkulasi darah yang tidak pernah berhenti
dalam tubuh. Karena itu penting kiranya untuk diuraikan disini sebagaimana
transfusi drah akhirnya menjadi benar-benar kenyataan (Ebrahim, 2001:55).
Pada
tahun 1665, dr. Richard lowerd, ahli anatomi dari inggris, berhasil
mentransfusikan darah seekor anjing pada anjing yang lain. Dua tahun kemudian,
jean baptiste denis, seorang dokter, filsuf dan astronom dari prancis berusaha
melakukan transfusi darah pertama kali pada manusia. Ia mentransfusikan darah
seekor kambing kedalam tubuh pasienya yang berumur 15 tahun. Hasilnya adalah
bencana yaitu kematian anak tersebut dan ia pun dikenai tuduhan pembunuhan.
Sejak saat itu terjadi stagnasi panjang dalam bidang transfusi darah terapan
(Ebrahim, 2001:55).
Sekitar
150 tahun kemudian, tepatnya tahun 1818, dr. James blundell dari rumah sakit
st. Thomas and guy berhasil melakukan transfusi darah dari manusia ke manusia
untuk yang pertama kalinya. Ia berhasil melakukannya setelah ia menemukan alat
transfusi darah secara langsung, dan ia mengingatkan bahwa hanya darah manusia
yang dapat ditransfusikan pada manusia. Tetapi alat yang diciftakan dr.
Lowerditu baru bisa digunakan secara umum setelah tahun 1901. Pada tahun itu
karl landsteiner, ilmuan dari wina berhasil menemukan jenis-jenis darah
(Ebrahim, 2001:56).
Selanjutnya
Menurutnya jika jenis darah yang dicampurkan tidak cocok maka akan terjadi
penggumpalan sel darah merah yang akan berlanjut menjadi kerusakan masing-masing
darah tersebut. Oleh karena itu ada baiknya kita membahas sekilas tentang
transfusi darah dan kaitanya dengan etika dalam praktik keperawatan (Ebrahim,
2001:56).
2. Penolakan
terhadap transfusi darah
Menurut
pandangan almarhum mufti syafi, dari pakistan dalam kondisi biasa, transfusi
darah merupakan sesuatu yang haram karena, pertama, darah merupakan bagian yang
tak yerpisahkan dari tubuh manusia, kedua, darah termasuk benda najis (Wulan,
2011:27).
Adapun
masalahnya dalam etika praktik keperawatan yaitu sebagai berikut :
Transfusi
darah merupakan masalah bioetik yang juga menjadi perdebatan terutama di Eropa
dan negara barat lainnya. Dilihat dari aspek bioetis, transfusi darah paling
banyak menyebabkan kematian pada pasien karena pasien mendapatkan transfusi
darah yang salah darah yang dimasukkan kedalam tubuhnya tidak sesuai dengan
darah resipien. Selain itu, masalah etis yang sering terjadi juga masalah
malpraktik perawat yang sengaja menyebabkan pasien meninggal dengan
menginjeksikan darah dengan tidak benar dan tidak sesuai dengan kebutuhan
resipien. Oleh karena itu hal tersebut melanggar hukum dan etika keperawatan
(Suhaimin, 2003:40).
Berbagai
masukkan telah diberikan oleh para ahli terhadap transfusi darah baik yang
mendukung maupun yang menolaknya. Untuk masa sekarang ini, pertanyaan moral
dari masyarakat yang perlu dijawab bukan: apakah transfusi darah secara moral
diperbolehkan, melainkan jenis dan metode transfusi darah yang mana yang layak,
dan pada kondisi seperti apa?
Contoh
Kasus:
Seorang ibu yang taat
pada ajaranya menderita sakit anemia dan sangat membutuhkan donor darah
secepatnya akan tetapi pada kondisi tersebut ibu ini menolak untuk
ditransfusikan karena dalam
kepercayaannya atau pada agamanya melarang transfusi darah kerena dianggap
telah melanggar ketentuan keyakinanya.
B. TRANSPLANTASI
ORGAN
Transplantasi
organ adalah Transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari
satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari satu tempat ke tempat yang lain pada
tubuh yang sama, seperti pemindahan tangan, ginjal dan jantung. Transplantasi
merupakan pemindahan sebuah organ atau lebih dari seorang manusia pada saat dia
hidup, atau setelah mati kepada manusia lain.
Transplantasi
ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak tak berfungsi pada penerima
dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor sehingga resipien (penerima
organ tubuh) dapat bertahan hidup secara sehat. Donor organ dapat merupakan
organ yang masih hidup ataupun organ yang telah meninggal (Ebrahim, 2001:95).
a. Jenis-jenis
transplantasi
Kini
telah dikenal berbagai jenis transplantasi atau pencangkokan baik berupa sel,
jaringan ataupun organ tubuh yaitu:
1. Transplantasi
autologus
Adalah pemindahan organ
dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang dikumpulkan
sebelum pemberian kemotrapi.
2. Transplantasi
alogenik
Adalah perpindahan
organ dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya baik dengan hubungan
keluarga ataupun tanpa hubungan keluarga.
3. Transplantasi
singenik
Perpindahan organ dari
satu tubuh ke tubuh yang lain yang identik.
4. Transplantasi
xenograft
Perpindahan organ dari
satu tubuh ke tubuh yang lain yang tidak sama spesiesnya.
b. Aspek
hukum transplantasi
Dari
segi hukum transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu
hal yang mulia dalam upaya mensehatkan dan mensejahterakan manusia walaupun ini
adalah suatu tindakan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana
penganiayaan tetapi mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut
tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan (Wulan, 2011:23).
Dalam
PP No.18 tahun 1981 tentang bedah
mayat klinis,bedah mayat dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia
tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut :
Pasal 1
Transplantasi adalah
rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang
berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat
dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Donor adalah orang
yang menyumbangakan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk
keperluan kesehatan.
Pasal 10
Transplantasi organ dan
jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu
persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita
meninggal dunia.
Pasal 11
1. Transplantasi
organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ahli pada
bidangnya dan ditunjuk oleh mentri kesehatan.
2. Transplantasi
alat dan jarinagan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat
atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pada
saat ini dunia kedokteran di Indinesia telah memasuki teknologi yang lebih
tinggi. Transplantasi organ yang dahulu hanya dapat dilakukan dirumah sakit
luar negeri, untuk saat ini sudah dapat dilakukan di Indonesia, misalnya
transplantasi kornea, ginjal dan sum-sum tulang(Suhaimin, 2003:26).
Tidak
semua perawat terlibat dalam tindakan transplantasi namun dalam beberapa hal,
perawat cukup berperan seperti merawat dan meningkatkan kesehatan pemberi
donor, membantu dikamar operasi dan dikamar pasien setelah transplantasi
(Helsinki, 1987).
Pelaksanaan
transplantasi organ di Indonesia diperjelas lagi yaitu diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 18 tahun 1981, tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat
anatomis/transplantasi alat dan atau jaringan tubuh, merupakan pemindahan
alat/jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Tindakan transplantasi
tidak menyalahi semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa asalkan
penentuan saat mati dan penyelenggaraan jenazah terjamin dan tidak terjadi
penyalahgunaan (Tansil, 1991).
Contoh
Kasus:
Bapak Ahmad berumur 45
tahun yang menderita penyakit gagal ginjal menginginkan sembuh total seperti
sebelum sakit sehingga dokter mempunyai inisiatif untuk melakukan transplantasi
organ seorang pria berumur 30 tahun untuk pak Ahmad akan tetapi setelah diberi
tahu pada pak Ahmad akan dilakukan transplantasi organ ia pun menolak tanpa
melihat kondisinya yang sudah semakin parah dengan alasan transplantasi organ
adalah perbuatan yang tidak berprikemanusiaan.
C. PENGHENTIAN
PEMBERIAN MAKANAN, CAIRAN, DAN PENGOBATAN
Makanan
dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia. Memberikan makanan dan minuman
adalah tugas perawat. Selama perawatan perawat sering kali menghentikan
pemberian makanan dan minuma, terutama bila pemberian tersebut justru
membahayakan pasien, misalnya pada pre dan post operasi (Suhaimin, 2003:10).
Masalah etika dapat muncul pada keadaan terjadi
ketidakjelasan antara memberi atau menghentikan makanan dan minuman, serta
ketidakpastian tentang mana yang lebih menguntungkan pasien. Ikatan Perawat
Amerika (ANA, 1988) menyatakan bahwa tindakan penghentian dan pemberian makan
kepada pasien oleh perawat secara hukum diperbolehkan dengan pertimbangan
tindakan ini menguntungkan pasien (Kozier, Erb, 1991).
Contoh
Kasus:
Seorang wanita yang hendak dilakukan operasi
usus buntu menolak untuk dihentikan pemberian makanan dan cairan padahal
prosedurnya seseorang yang hendak dilakukan operasi harus mengosongkan atau
berpuasa terlebih dahulu agar proses operasi nantinya berjalan lancar, akan
tetapi wanita tersebut tetap menolak dengan alasan tidak pernah bisa berpuasa
dari sebelumnya.
D. EUTANASIA
Eutanasia (dalam bahasa Yunani “euthanatos” dari eu yang artinya “baik” dan “thanatos” yang berarti kematian) adalah
praktik pencabutan kehidupan manusia melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya
dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan (Ebrahim, 2001:39).
Ø Klasifikasi Eutanasia
Ditinjau dari sudut
pelaksanaannya yaitu
a. Eutanasia
agresif (eutanasia aktif)
Yaitu
suatu tindakan yang secara sengaja yang dilakukan oleh seorang dokter atau
tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien
b. Eutanasia
non agresif (eutanasia pasif)
Yaitu dimana seorang pasien menolak
secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan si pasien
mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mmengakhiri
hidupnya. Dengan penolakannya tersebut dia membuat sebuah “codicil” (pernyataan
tertulis tangan). Eutanasia pasif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia
atas dasar permintaan.
Ø Eutanasia Menurut Ajaran
Agama
a. Dalam
ajaran Islam
Eutanasia dalam ajaran islam disebut
Qatl Arrahmah atau Taisir Al Maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan
kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang,
dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit baik dengan cara positif ataupun
negatif.
·
Eutanasia positif
Yang dimaksud taisir al maut al
fa’al adalah (eutanasia positif) adalah tindakan memudahkan kematian si sakit
karena kasih sayang yang dilakukan oleh dokter dengan menggunakan instrumen
(alat). Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif) adalah
tidak diperkenankan oleh syara’. Sebab tindakan ini seorang dokter melakukan
suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat kematianya
melalui pemberian obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram
hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.
·
Eutanasia negatif
Eutanasia negatif disebut dengan
taisir al maut al-munfa’il. Pada eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat
atau langka-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya
dibiarkan tanpa pemmberian pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini
didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada
gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah
(hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat (Lanuer, 1983:31).
b. Dalam
ajaran agama hindu
Pandangan
agama hindu terhadap eutanasia adalah didasarkan pada karma, moksa dan ahimsa.
Karma adalah merupakan suatu konsekwensi
murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang
buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata dan tindakan. Sebagai
akumulasi terus menerus dari “karma” yang buruk adalah menjadi penghalang
“moksa” yaitu suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan
utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa adalah merupakan prinsip “anti
kekerasan” atau pantang menyakiti siapapun juga.
c. Dalam
ajaran agama Buddha
Ajaran agama buddha sangat
menekankan kepada makna dari kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan
pembunuhan makhluk hidup adalah merupakan salah satu moral dlam ajaran buddha.
Berdasarkan pada hal tersebut diatas maka nampak jelas bahwa eutanasia adalah
sesuatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama buddha. Selain
daripada hal ter sebut ajaran buddha sangat menekankan pada “welas asih”
(karuna).
Eutanasia merupakan masalah bioetik
yang juga menjadi perdebatan terutama di dunia barat. Eutanasia berasal dari
bahasa Yunani eu (berarti mudah,
bahagia atau baik) dan thanatos (meninggal dunia), jadi
bila dipadukan berarti meninggal dunia dengan baik atau bahagia. Menurut Oxford english dictionary, eutanasia
berarti tindakan untuk mempermudah mati dengan mudah dan tenang (Wulan, 2011:11).
Dilihat dari aspek bioetis,
eutanasia terdiri dari eutanasia volunter, involunter, aktif dan pasif. Pada
kasus eutanasia volunter, pasien secara sukarela dan bebas memilih untuk
meninggal dunia. Pada eutanasia involunter, tindakan yang menyebabkan kematian
dilakukan bukan atas dasar persetujuan dari pasien dan sering kali melanggar
keinginan pasien. Eutanasia aktif melibatkan suatu tindakan yang disengaja yang
menyebabkan pasien meninggal, misalnya dengan menginjeksikan obat dengan dosis
letal. Eutanasia aktif merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum dan
dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345, dan 359. Eutanasia pasif dilakukan
dengan menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan
hidup, misalnya antibiotika, nutrisi, cairan, respirator yang tidak
diperlukakan lagi oleh pasien. Eutanasia pasif sering disebut dengan eutanasia
negatif, dapat dikerjakan sesuai dengan fatwa IDI (Suhaimin, 2003:42).
Berbagai argumentasi telah diberikan
oleh para ahli terhadap eutanasia, baik yang mendukung ataupun yang menolaknya.
Untuk saat ini pertanyaan moral yang perlu dijawab bukan: apakah eutanasia
secara moral diperbolehkan?, melainkan jenis eutanasia yang mana yang
diperbolaehkan?, pada kondisi bagaimana dan metode mana yang tepat?.
Contoh
Kasus:
Seorang kakek yang telah lama
mendeita penyakit keras di diagnosa oleh dokter bahwa penyakitnya tersebut
sudah tidak bisa diobati lagi. Disatu pihak keluarganya mengatakan kalau kakek
ini harus dilakukan eutanasia karena alasan biaya nantinya, akan tetapi kakek
ini tidak mau dilakukan eutanasia karena alasan tidak menghormati orang tua.
Selain itu, dalam agama kakek ini juga dilarang eutanasia karena termasuk
pembunuhan.
E.
ABORTUS
Abortus telah menjadi perdebatan
permasalahan etika internasiona. Berbagai pendapat bermunculan, baik yang pro
maupun yang kontra. Abortus secara umum dapat diartikan sebagai penghentian kehamilan
secara spontan atau rekayasa. Pihak-pihak yang pro menyatakan bahwa aborsi
adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan. Sedangkan
pihak anti aborsi cenderung mengartikan aborsi sebagai membunuh manusia yang
tidak bersalah.
Dalam membahas aboertusa biasanya
dilihat dari dua sudut pandang, yaitu moral dan hukum. Secara umum ada tiga
pandangan yang dapat dipakai dalam memberi tanggapan terhadap abortus:
pandangan konservatif, moderat, dan liberal (Megan, 1991).
Ø Pandangan
Konservatif
Menurut
pandangan konservatif, abortus secara moral jelas salah, dan dalam situasi
apapun abortus tidak boleh dilakukan, termasuk dengan alasan penyelamatan,
misalnya kehamilan dilakukan maka menyebabkan ibu meninggalkan.
Ø Pandangan
Moderat
Menurut pandangan moderat, abortus
hanya merupakan suatu primafacia kesalahan
moral dan hambatan penentangan abortus dapat diabaikan dengan suatu
pertimbangan moral yang kuat. Sebagai contoh abortus dapat dilakukan selama
tahap pre-sentience (sebelum fetus
mempunyai kemampuan merasakan). Contoh lain, abortus dapat dilakukan bila
kehamilan merupakan hasil pemerkosaan, atau kegagalan kontrasepsi.
Ø Pandangan
Liberal
Pandangan liberal menyatakan bahwa abortus
secara moral diperbolehkanatas dasar permintaan. Secara umum pandangan ini
menanggap bahwa fetus belum menjadi manusia. Fetus adalah sekelompok sel-sel
yang menempel didinding rahim wanita. Menurut pandangan ini, secara genetik
fetus dapat dianggap sebagai bakal manusia, tatapi secara moral fetus dianggap bukan
manusia (Wulan, 2011:22).
Apapun juga alasan yang dikemukakan,
abortus sering menimbulkan konflik bagi perawat, bila ia harus terlibat dalam
tindakan abortus. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, maupun
Australia, dikenal suatu tatanan hukum Constience
Clauses yang memperbolehkan dokter, perawat, atau rumah sakit untuk menolak
membantu pelaksanaan abortus (Suhaimin, 2003:19).
Di Indonesia tindakan abortus
dilarang sejak tahun 1918 menurut KUHP. Dalam pasal 346 s.d 349 KUHP dinyatakan
bahwa : Barang siapa yang melakukan tindakan secara sengaja yang menyebabkan
keguguran atau matinya kandungan dapat dikenai penjara.
Masalah abortus memang kompleks.
Namun perawat profesional tidak diperkenankan memaksakan nilai-nilai yang ia
yakini kepada pasien yang memiliki nilai berbeda temasuk pandangan terhadap
abortus.
Contoh
Kasus:
Seorang pria berumur 26 tahun
menginginkan kandungannya pacarnya digugurkan dengan alasan malu akan tetapi
pacarnya tersebut tidak ingin kandungan itu di aborsi karena dengan alasan bayi
itu tanpa dosa dan ingin melihat bayi tersebut hidup. Selain itu juga pada
kepercayaan wanita ini aborsi dilarang keras.
F.
BAYI TABUNG (INSEMINASI
BUATAN)
a.
Bayi Tabung
Bayi
tabung adalah proses pembuahan sperma dengan ovum dipertemukan diluar kandungan
pada satu tabung yang dirancang secara khusus. Setelah selesai pembuahan,
kemudian menjadi zygot lalu dimasukan kedalam rahim sampai dilahirkan, jadi
tanpa proses melalui intercose.
b.
Teknik Inseminasi
Buatan
Inseminasi
buatan adalah suatu cara atau teknik untuk memperoleh kehamilan tanpa melalui
persetubuhan (coitos). Teknik-teknik yang digunakan adalah sbb
Ø Fertilitas
In Vitro (FIV) yaitu mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung) dan
setelah pembuahan, lalu ditransfer kerahim istri. Teknik ini dikenal dengan
bayi tabung atau pembuahan diluar tubuh.
Ø Gamet
intra felopian tuba (GIFT) yaitu mengambil sperma suami dan ovum istri, setelah dicampur terjadi pembuahan,
maka segera ditanamkan dan disalurkan ke kandung telur (tiba fallopi) atau
dengan kata lain mempertemukan sel benih (gamet) yaitu sperma dan ovum dengan
cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanula tuba kedalam ampula.
Teknik ini lebih alamiah dibanding dengan bayi tabung.
c.
Menurut Agama Islam
Masalah inseminasi buatan ini
menurut pandangan islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak
terdapat hukumnya secara spesifik didalam Al-Quran dan As- Sunnah bahkan dalam
kajian fiqih klasik skalipun. Karena itu kalau hal ini dikaji menurut hukum
islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai
oleh para ahli ijtihad, agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan
prinsip dan jiwa Alquran dan Assunnah yang merupakan sumber pokok hukum islam
(Ebrahim, 2001:38).
Mengenai hukum inseminasi buatan dan
bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila
dilakukan dengan sperma atau ovum suami istri sendiri, baik dengan cara
mengambil sperma suami kemudian disuntikan kedalam vagina, tuba fallopi, uterus
istri, maupun dengan cara pembuahannya diluar rahim, kemudian buahnya
(vertilized ovum) ditanam dalam rahim istrimaka hal ini dibolehkan asal keadaan
suami istri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu
pasangan suami istri tersebut untuk memoperoleh keturunan. Hal ini sesuai
dengan kaidah al hajatu tanzilu manzilah al dharurat (hajat atau kebutuhan yang
sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat). Sebaliknya inseminasi
buatan sama hukumnya dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil
inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkanya.
Fertilisasi
in vitro dan ineminasi artifisial merupakan
dua dari berbagai metode baru yang digunakan untuk mengontrol reproduksi. Kedua
metode ini memberikan harapan bagi orang-orang mandul untuk dapat mempunyai
anak (Olshanky; lih McCloskey, 1990).
Fertilisasi invitro merupakan metode
konsepsi yang dilakukan dengan cara membuat by
pass pada tuba falopi wanita. Tindakan ini dilakukan dengan cara memberikan
hiperstimulasi ovarium untuk mendapatkan beberapa sel telur atau folikel yang
siap dibuahi. Sel-sel telur ini kemudian diambil melalui prosedur pembedahan.
Proses pembuahan dilakukan dengan cara menaruh sel telur dalam tabung dan
mencampurnya dengan sperma dari pasangan wanita yang bersangkutan atau dari
donor. Sel telur yang telah dibuahi kemudian mengalami serangkaian proses
pembelahan sel sampai menjadi embrio dan kemudian embrio ini dipindahkan
kedalam uterus wanita dengan harapan dapat terjadi kehamilan.
Inseminasi artifisial merupakan
prosedur untuk menimbulkan kehamilan dengan cara mengumpulkan sperma dari
seorang pria yang kemudian dimasukkan kedalam vagina, serviks atau uterus
wanita saat terjadi ovulasi. Tekhnologi yang lebih baru pada inseminasi
artifisialadalah dengan menggunakan ultrasound dan stimulasi ovarium sehingga
ovulasi dapat diharapkan pada waktu yang tepat. Sperma dicuci dengan cairan
tertentu untuk mengendalikan motilitasnya, kemudian dimasukkan kedalam uterus
wanita (Wulan, 2011:18).
Berbagai masalah etika muncul
berkaitan dengan masalah tersebut. Masalah ini tidak saja dimiliki oleh phanya
pasangan mandul, tim kesehatan yang menangani, tetapi juga oleh masyarakat.
Berbagai pertanyaan mulai diajukan mengenai apa sebenarnya hakikat/kemurnian
hidup? Kapan awal hidup manusia? Apakah pendonor sel telur atau sperma bisa
dikatakan sebagai bagian keluarga? Bagaiman bila tekhnologi dilakukan pada pasangan
lesbian atau homoseksual?.
Pendapat yang diajukan para ahli cukup
bervariasi. Pihak yang memberikan dukungan menyatakan bahwa teknologi tersebut
pada dasarnya bertujuan untuk memberi harapan atau membantu pasangan mandul
mempunyai keturunan. Pihak yang menilak menyatakan bahwa tindakan yang tidak
dibenarkan terutama bila sel telur atau sperma berasal dari donor. Beberapa
gerakan wanita menyatakan bahwa tindakan fertilisasi invitro maupun artifisial
memperlakukan wanita secara tidak wajar dan hanya kalangan wanita atas yang
mendapatkan teknologi tersebut karena biaya yang cukup tinggi.dalam praktik ini
sering pula hak-0hak wanita untuk “memilih” dilanggar.
Teknologi ini memeng merupakan masalah
yang kompleks dan cukup jelas dapat melanggar nilai-nilai masyarakat dan
wanita, tetapi cukup memberikan harapan bagi pasangan infertil. Untuk
mengantisipasinya diperlukan peraturan atau undang-undang yang jelas. Perawat
berperan penting terutama saat memberikan konseling pada orang-orang yang menentukan
akan melakukan tindakan tersebut. Penelitian keperawatan yang berkaitan dengan
fertilisasi invitro dan inseminasi artifisial menurut Olhansky (1990) meliputi
aspek manusiawi dari penggunaan tekhnologi reproduksi, respon manusia terhadap
teknologi canggih, konsekwensi tidak menerima teknologi, pengalaman wanita yang
berhasil hamil dari bahtuan tekhnologi, dan aspek teraputik keperawatan pada
orang yang memilih untuk melakukan tekhnologi (Suhaimin, 2003:33).
Contoh
Kasus:
Seorang ibu yang berumur 30 tahun mengalami
infertilitas dan menginginkan anak oleh karena itu ibu ini mengambil sperma
suami dan ovumnya lalu ditaruh pada wanita lain untuk dilakukan inseminasi
buatan.
G. BERKATA
JUJUR
Dalam konteks berkata jujur ada satu
istilah yang disebut desepsi, berasal dari kata decieveyang berarti membuat
oarang percaya terhadap sesuatu hal yang tidak benar, menipu ataupun
membohongi. Desepsi meliputi berkata bohong, mengingkari atau menolak, tidak
memberikan informasi dan memberikan jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau
tidak dan memberikan penjelasan sewaktu informasi dibutuhkan.
Berkata bohong merupakan tindakan
desepsi yang paling dramatis karena dalam tindakan ini seorang dituntut untuk
membenarkan sesuatu yang diyakini salah. Salah satu contoh tiondakan desepsi adalah
perawat memberikan obat plasebo dan tidak memberi tahu pasien tentang obat apa
yang sebenarnya diberikan tersebut.
Tindakan desepsi ini secara etika tidak
dibenarkan. Para ahli etika menyatakan bahwa tindakan desepsi membutuhkan
keputusan yang jelas tentang siapa yang diharpkan melakukan tindakan tersebut
(Suhaimin, 2003:27).
Konsep kejujuran (veracity) merupakan prinsip etis yang mendasari berkata jujur.
Seperti juga tugas yang lain, berkata jujur bersifat prima facie (tidak mutlak) sehingga desepsi pada keadaan tertentu
diperbolehkan. Berbagai alasan yang dikemukakan dan mendukung posisi bahwa
perawat harus berkata jujur yaitu: merupakan hal yang penting dalam hubungan
saling percaya perawat-pasien, pasien mempunyai mengetahui hak untuk
mengetahui, merupakan kewajiban moral, menghilangkan cemas dan penderitaan,
meningkatkan kerja sama pasien maupun keluarga dan memenuhi kebutuhan perawat.
Alasan-alasan yang mendukung tindakan
desepsi, termasuk berkata bohong meliputi: pasien tidak mungkin dapat menerima
kenyataan, pasien menghendaki untuk tidak diberi tahu bila hal tersebut
menyakitkan, secara profesional perawat mempunyai kewajiban tidak melakukan
yang merugikan pasien, dan desepsi mungkin mempunyai manfaat untuk meningkatkan
kerja sam pasien (Freel, 1990).
Contoh
Kasus:
Seorang mahasiswa yang rajin dan taat
dengan peraturan yang ada menemukan teman akrabnya terlibat pesta narkotika.
Dalam kondisi tersebut mahasiswa ini diancam akan dibunuh jika melaporkan
kajadian tersebut kepada orang tua pecandu tersebut. Oleh karena itu mahsiswa
teladan ini menjadi bingung tanpa mengungkapkan sepatah kata.
H. AIDS
(Acquired immine deficiency syndrome)
AIDS pada awalnya ditemukan pada
masyarakat guy di Amerika Serikat pada tahun 1980. AIDS juga pada mulanya
ditemukan di Afrika. Saat ini, AIDS hampir ditemukan di setiap negara, termasuk
Indonesia.
Karena pada awalnya ditemukan pada
masyarakat guy (homoseksual), maka kemudian muncul anggapan yang tidak tepat
bahwa AIDS merupakan guy disease. Pada
kenyataanya AIDS juga mengenai biseksual, heteroseksual, kaum pengguna obat dan
prostitusi (Forrester, 1990).
AIDS tidak hanya menimbulkan
masalah pada penatalaksanaan klinis tetapi juga dampak sosial, kekhawatiran
masyarakat dan permasalahan hukum dan etika. Karena sifat virus penyebab AIDS,
yaitu HIV yang dapat menular pada orang lain, maka munculah suatu ketakutan
masyarakat untuk berhubungan dengan penderita AIDS. Lebih tragis lagi, para
penderita AIDS sering diperlakukan secara tidak adildan didiskriminasikan.
Perilaku diskriminasi ini tidak saja terjadi di masyarakat yang belum paham
tentang AIDS, tetapi juga di masyarakat yang paham tentang AIDS misalnya di
Amerika Serikat. Situasi ini digambarkan dengan jelas, misalnya dalam film
Philadelphia yang mengisahkan seorang guy, Andrew Beckett (diperankan oleh Tom
Hanks), yang mengidap virus HIV yang mendapatkan perlakuan diskriminasi dari
tempat kerjanya maupun dari masyarakat (Suhaimin, 2003:24).
Perawat yang bertanggung jawab
terhadap pasien AIDS akan mengalami berbagai stres pribadi, termasuk takut
tertular atau menularkan pada keluarga, dan ledakan emosi bila merawat pasien
AIDS fase terminal usia muda dengan gaya hidup yang bertentangan dengan gaya
hidup perawat. Pernyataan profesional bagi perawat yang mempunyai tugas merawat
pasien terinveksi virus HIV membutuhkan klasifikasi nilai-nuilai yang diyakini perawat
tentang hubungan homoseksual dan penggunaan/penyalahgunaan obat (Phipps, Long,
1991).
Perawat sangat berperan dalam
perawatan pasien, sepanjang infeksi HIV masih ada dengan berbagai komplikasi
sampai kematian tiba. Perawat terlibat dalam pembuatan keputusan tentang
tindakan atau terapi apa yang dapat dihentikan dan tetap menghargai martabat
manusia. Pada saat tidak ada terapi medis lagi yang dapat diberikan pada
pasien, perawat masih tetap melakukan berbagai tindakan yang dapat diberikan
kepada pasien seperti: mengidentifikasi nilai-nilai, menggali makna hidu pasien,
memberikan rasa nyaman, memberikan dukungan manusiawi, dan membantu meninggal
dunia dengan tentram dan damai (Phipps, Long, 1991).
Contoh
Kasus:
Mas Andi adalah orang yang selalu
berhubunagan dengan para wanita PSK positif terjangkit HIV/AIDS, akan tetapi
pria ini malu pergi berobat sehingga kondisinya pun lama-lama semakin parah dan
juga dengan alasan bahwa HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan dan sudah jelas
melanggar semua aturan. Dalam kondisi yang parah tersebut barulah pria ini
tidak malu untuk berobat.
I. KLONING
MANUSIA
Kloning manusia adalah teknik
memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari suatu organisme. Jadi
klon adalah keturunan aseksual dari individu tunggal.
Kloning telah berhasil dilakukan
pada tanaman sebagaimana pada hewan belakangan ini, kendatipun belum berhasil
dilakukan oleh manusia. Tujuan kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk
memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, meningkatkan produktifitasnya, dan
mencari obat alami bagi banyak penyakit kronis guna menggantikan obat-obatan
kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia (Wulan,
2011:14).
Adapun pewarisan sifat yang terjadi pada
proses kloning yaitu sifat-sifat yang diturunkan hanya berasal dari orang yang
menjadi sumber pengambilan sel tubuh baik laki-laki mauoun perempuan. Anak-anak
yang dihasilkan akan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan induknya dalam
penampilan fisiknya seperti tinggi, lebar badan serta warna kulit dan juga
dalam potensi akal dan kejiwaan yang bersifat asli. Dengan kata lain tersebut
akan mewarisi seluruh ciri-ciri yang bersifat asli.
Kloning mencegah pelaksanaan
banyak hukum syara, hukum perkawinan, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak
dan anak, hak waris, hubungan kemahraman, selain itu kloning juga menyalahi fitrah.
Ø Manfaat Teraputik
Tekhnologi Kloning
Tekhnologi kloning diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada manusia, khususnya dibidang medis. Beberapa
diantara keuntungan dari teknologi kloning dapat diringkas sebagai berikut:
1. Kloning
manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk mendapatkan anak
2. Organ
manusia dapat dikloningsecara selektif untuk dimanfaatkan sebagai organ
pengganti bagi pemilik sel oragan itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir
risiko penolakan.
3. Sel-sel
dapat dikoloning dan diregnerasi untuk menggantikan jaringan tubuh yang rusak
misalnya urat saraf dan jaringan otot.
4. Teknologi
kloning memungkinkan para ilmuan medis untuk menghidupkan dan mematikan
sel-sel. Dengan demikian teknologi ini dapat digunakan untuk mengatasi kanker.
5. Teknologi
kloning memungkinkan dilakukannya pengujian dan penyembuhan penyakit-penyakit
keturunan (Ebrahim, 2001:25).
Berbagai argumentasi telah diberikan
oleh para ahli terhadap kloning manusia, baik yang mendukung ataupun yang
menolaknya. Untuk saat ini pertanyaan moral yang perlu dijawab bukan: apakah
kloning secara moral diperbolehkan?, melainkan jenis kloning yang mana yang
diperbolaehkan?, pada kondisi bagaimana dan metode mana yang tepat? (Suhaimin,
2003:14).
Contoh
Kasus:
Seorang
pria yang berumur 18 tahun berkebangsaan kanada berpesan bahwa jika kelak ia
akan meninggal, ia minta supaya sel telurnya diambil dan dikloning oleh para
tim medis. Akan tetapi ada seorang yang menolak hal tersebut karena alasan
tindakan tesebut melanggar printah sang pencipta, dengan berkata bahwa sang
penciptalah yang mempunyai kekuasaan untuk menghidup dan mematikan manusia.
BAB III. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa berkata jujur, AIDS, bayi tabung (inseminasi buatan),
abortus, eutanasia, penghentian pemberian makanan, cairan, dan pengobatan,
transplantasi organ, serta kloning merupakan suatu permasalahan yang sangat
panas dan menjadi perdebatan di berbagai negara tentang diperbolehkan atau
tidaknya diterapkan atau diimplementasikan pada manusia dan selain itu juga hal
ini berkaitan erat dengan profesi kesehatan khususnya perawat atau disebut
dengan permasalahan etika dalam praktik keperawatan. Terlepas dari fakta bahwa
berbagai jenis masalah yang diatas ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia.
Berbagai argumentasi telah diberikan
oleh para ahli terhadap masalah diatas , baik yang mendukung ataupun yang
menolaknya. Untuk saat ini pertanyaan moral yang perlu dijawab bukan: apakah
masalah diatas secara moral diperbolehkan?, melainkanmasalah etika keperawatan
yang mana yang diperbolaehkan?, pada kondisi bagaimana dan metode mana yang
tepat?. Semuanya terlepas dari para pembaca apakah dalam hal ini mendukung atau
menolaknya.
BAB I. DAFTAR PUSTAKA
Mimin,
suhaemin.2003.Etika Keperawatan dalam
Praktik Keperawatan.Jakarta:EGC.
Ebrahim,
Dr Abdul Fadl Mohsin.2001.Fiqih Kesehatan
kloning, eutanasia, transfusi darah, transplantasi organ.Jakarta:Serambi.
Lanuer,
Alex.1983.Logika Selayang Pandang.Yogyakarta:Kanisius.
Wulan,
Kencana dan M. Hastuti.2011.Pengantar
Etika Keperawatan.Jakarta:Prestasi Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar