Sabtu, 19 November 2011

MASALAH BIOETIS


BAB I.                       PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang

Bebagai masalah etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan telah menimbulakan konflik antara kebutuhan pasien dengan harapan perawat dan falsafah keperawatan. Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, dalam kaitan ini dikenal istilah masalah etika biomedis atau bioetis. Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang mempelajari masalah masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama dibidang biologi dan kedokteran.
Untuk mmecahkan berbagai masalah bioetis, telah dibentuk organisasi internasional. Para ahli telah mngidentifikasi masalah bioetis yang dihadapi oleh para tenaga kesehatan, termasuk juga perawat. Permasalahan etis yang dibahas secara singkat disini adalah berkata jujur, AIDS, Abortus, menghentikan pengobatan cairan dan makanan, eutanasia, transplantasi organ, kloning, bayi tabung atau insemenasi buatan, adapun yang akan dibahas pertama disini adalah transfusi darah (Lanuer, 1983:12).

      Dalam kesempatan ini penulis akan membahas tentang  permasalahan etika dalam praktik keperawatan diantaranya jujur, AIDS, bayi tabung (inseminasi buatan), abortus, eutanasia, penghentian pemberian makanan, cairan, dan pengobatan, transplantasi organ, serta kloning merupakan suatu permasalahan yang sangat panas dan menjadi perdebatan di berbagai negara tentang diperbolehkan atau tidaknya diterapkan atau diimplementasikan pada manusia dan selain itu juga hal ini berkaitan erat dengan profesi kesehatan khususnya perawat atau disebut dengan permasalahan etika dalam praktik keperawatan. Terlepas dari fakta bahwa berbagai jenis masalah yang diatas ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

2.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumusakan permasalahan yaitu apa sajakah yang termasuk permasalahan etika dalam praktik keperawatan serta contohnya?




BAB II.                   EMBAHASAN


A.    TRANSFUSI DARAH

1.      Sejarah singkat transfusi darah
Transfusi darah adalah penginjeksian darah dari seseorang (donor) kedalam sistem peredaran darah seseorang yang lain (resipien). Transfusi darah tidak pernah terjadi kecuali setelah ditemukan sirkulasi darah yang tidak pernah berhenti dalam tubuh. Karena itu penting kiranya untuk diuraikan disini sebagaimana transfusi drah akhirnya menjadi benar-benar kenyataan (Ebrahim, 2001:55).
Pada tahun 1665, dr. Richard lowerd, ahli anatomi dari inggris, berhasil mentransfusikan darah seekor anjing pada anjing yang lain. Dua tahun kemudian, jean baptiste denis, seorang dokter, filsuf dan astronom dari prancis berusaha melakukan transfusi darah pertama kali pada manusia. Ia mentransfusikan darah seekor kambing kedalam tubuh pasienya yang berumur 15 tahun. Hasilnya adalah bencana yaitu kematian anak tersebut dan ia pun dikenai tuduhan pembunuhan. Sejak saat itu terjadi stagnasi panjang dalam bidang transfusi darah terapan (Ebrahim, 2001:55).
Sekitar 150 tahun kemudian, tepatnya tahun 1818, dr. James blundell dari rumah sakit st. Thomas and guy berhasil melakukan transfusi darah dari manusia ke manusia untuk yang pertama kalinya. Ia berhasil melakukannya setelah ia menemukan alat transfusi darah secara langsung, dan ia mengingatkan bahwa hanya darah manusia yang dapat ditransfusikan pada manusia. Tetapi alat yang diciftakan dr. Lowerditu baru bisa digunakan secara umum setelah tahun 1901. Pada tahun itu karl landsteiner, ilmuan dari wina berhasil menemukan jenis-jenis darah (Ebrahim, 2001:56).
Selanjutnya Menurutnya jika jenis darah yang dicampurkan tidak cocok maka akan terjadi penggumpalan sel darah merah yang akan berlanjut menjadi kerusakan masing-masing darah tersebut. Oleh karena itu ada baiknya kita membahas sekilas tentang transfusi darah dan kaitanya dengan etika dalam praktik keperawatan (Ebrahim, 2001:56).


2.      Penolakan terhadap transfusi darah
Menurut pandangan almarhum mufti syafi, dari pakistan dalam kondisi biasa, transfusi darah merupakan sesuatu yang haram karena, pertama, darah merupakan bagian yang tak yerpisahkan dari tubuh manusia, kedua, darah termasuk benda najis (Wulan, 2011:27).
Adapun masalahnya dalam etika praktik keperawatan yaitu sebagai berikut :
Transfusi darah merupakan masalah bioetik yang juga menjadi perdebatan terutama di Eropa dan negara barat lainnya. Dilihat dari aspek bioetis, transfusi darah paling banyak menyebabkan kematian pada pasien karena pasien mendapatkan transfusi darah yang salah darah yang dimasukkan kedalam tubuhnya tidak sesuai dengan darah resipien. Selain itu, masalah etis yang sering terjadi juga masalah malpraktik perawat yang sengaja menyebabkan pasien meninggal dengan menginjeksikan darah dengan tidak benar dan tidak sesuai dengan kebutuhan resipien. Oleh karena itu hal tersebut melanggar hukum dan etika keperawatan (Suhaimin, 2003:40).  
Berbagai masukkan telah diberikan oleh para ahli terhadap transfusi darah baik yang mendukung maupun yang menolaknya. Untuk masa sekarang ini, pertanyaan moral dari masyarakat yang perlu dijawab bukan: apakah transfusi darah secara moral diperbolehkan, melainkan jenis dan metode transfusi darah yang mana yang layak, dan pada kondisi seperti apa?
Contoh Kasus:
            Seorang ibu yang taat pada ajaranya menderita sakit anemia dan sangat membutuhkan donor darah secepatnya akan tetapi pada kondisi tersebut ibu ini menolak untuk ditransfusikan  karena dalam kepercayaannya atau pada agamanya melarang transfusi darah kerena dianggap telah melanggar ketentuan keyakinanya.
B.     TRANSPLANTASI ORGAN
Transplantasi organ adalah Transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari satu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama, seperti pemindahan tangan, ginjal dan jantung. Transplantasi merupakan pemindahan sebuah organ atau lebih dari seorang manusia pada saat dia hidup, atau setelah mati kepada manusia lain.
Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan hidup secara sehat. Donor organ dapat merupakan organ yang masih hidup ataupun organ yang telah meninggal (Ebrahim, 2001:95).
a.       Jenis-jenis transplantasi
Kini telah dikenal berbagai jenis transplantasi atau pencangkokan baik berupa sel, jaringan ataupun organ tubuh yaitu:
1.      Transplantasi autologus
Adalah pemindahan organ dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemotrapi.
2.      Transplantasi alogenik
Adalah perpindahan organ dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya baik dengan hubungan keluarga ataupun tanpa hubungan keluarga.
3.      Transplantasi singenik
Perpindahan organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang identik.
4.      Transplantasi xenograft
Perpindahan organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang tidak sama spesiesnya.
b.      Aspek hukum transplantasi
Dari segi hukum transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya mensehatkan dan mensejahterakan manusia walaupun ini adalah suatu tindakan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan tetapi mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan (Wulan, 2011:23).
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis,bedah mayat dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut :
Pasal 1
            Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Donor adalah orang yang menyumbangakan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
Pasal 10
            Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 11
1.      Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ahli pada bidangnya dan ditunjuk oleh mentri kesehatan.
2.      Transplantasi alat dan jarinagan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pada saat ini dunia kedokteran di Indinesia telah memasuki teknologi yang lebih tinggi. Transplantasi organ yang dahulu hanya dapat dilakukan dirumah sakit luar negeri, untuk saat ini sudah dapat dilakukan di Indonesia, misalnya transplantasi kornea, ginjal dan sum-sum tulang(Suhaimin, 2003:26).
Tidak semua perawat terlibat dalam tindakan transplantasi namun dalam beberapa hal, perawat cukup berperan seperti merawat dan meningkatkan kesehatan pemberi donor, membantu dikamar operasi dan dikamar pasien setelah transplantasi (Helsinki, 1987).
Pelaksanaan transplantasi organ di Indonesia diperjelas lagi yaitu diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981, tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis/transplantasi alat dan atau jaringan tubuh, merupakan pemindahan alat/jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Tindakan transplantasi tidak menyalahi semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa asalkan penentuan saat mati dan penyelenggaraan jenazah terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan (Tansil, 1991).
Contoh Kasus:
            Bapak Ahmad berumur 45 tahun yang menderita penyakit gagal ginjal menginginkan sembuh total seperti sebelum sakit sehingga dokter mempunyai inisiatif untuk melakukan transplantasi organ seorang pria berumur 30 tahun untuk pak Ahmad akan tetapi setelah diberi tahu pada pak Ahmad akan dilakukan transplantasi organ ia pun menolak tanpa melihat kondisinya yang sudah semakin parah dengan alasan transplantasi organ adalah perbuatan yang tidak berprikemanusiaan.
C.     PENGHENTIAN PEMBERIAN MAKANAN, CAIRAN, DAN PENGOBATAN
Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia. Memberikan makanan dan minuman adalah tugas perawat. Selama perawatan perawat sering kali menghentikan pemberian makanan dan minuma, terutama bila pemberian tersebut justru membahayakan pasien, misalnya pada pre dan post operasi (Suhaimin, 2003:10).
Masalah etika dapat muncul pada keadaan terjadi ketidakjelasan antara memberi atau menghentikan makanan dan minuman, serta ketidakpastian tentang mana yang lebih menguntungkan pasien. Ikatan Perawat Amerika (ANA, 1988) menyatakan bahwa tindakan penghentian dan pemberian makan kepada pasien oleh perawat secara hukum diperbolehkan dengan pertimbangan tindakan ini menguntungkan pasien (Kozier, Erb, 1991).
Contoh Kasus:
Seorang wanita yang hendak dilakukan operasi usus buntu menolak untuk dihentikan pemberian makanan dan cairan padahal prosedurnya seseorang yang hendak dilakukan operasi harus mengosongkan atau berpuasa terlebih dahulu agar proses operasi nantinya berjalan lancar, akan tetapi wanita tersebut tetap menolak dengan alasan tidak pernah bisa berpuasa dari sebelumnya.
D.    EUTANASIA
Eutanasia (dalam bahasa Yunani “euthanatos” dari eu yang artinya “baik” dan “thanatos” yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan (Ebrahim, 2001:39).
Ø  Klasifikasi Eutanasia
Ditinjau dari sudut pelaksanaannya yaitu
a.       Eutanasia agresif (eutanasia aktif)
Yaitu suatu tindakan yang secara sengaja yang dilakukan oleh seorang dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien
b.      Eutanasia non agresif (eutanasia pasif)
Yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan si pasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mmengakhiri hidupnya. Dengan penolakannya tersebut dia membuat sebuah “codicil” (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia pasif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia atas dasar permintaan.
Ø  Eutanasia Menurut Ajaran Agama
a.       Dalam ajaran Islam
Eutanasia dalam ajaran islam disebut Qatl Arrahmah atau Taisir Al Maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit baik dengan cara positif ataupun negatif.
·         Eutanasia positif
            Yang dimaksud taisir al maut al fa’al adalah (eutanasia positif) adalah tindakan memudahkan kematian si sakit karena kasih sayang yang dilakukan oleh dokter dengan menggunakan instrumen (alat). Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif) adalah tidak diperkenankan oleh syara’. Sebab tindakan ini seorang dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat kematianya melalui pemberian obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.
·         Eutanasia negatif
            Eutanasia negatif disebut dengan taisir al maut al-munfa’il. Pada eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langka-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa pemmberian pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat (Lanuer, 1983:31).
b.      Dalam ajaran agama hindu
            Pandangan agama hindu terhadap eutanasia adalah didasarkan pada karma, moksa dan ahimsa.
            Karma adalah merupakan suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata dan tindakan. Sebagai akumulasi terus menerus dari “karma” yang buruk adalah menjadi penghalang “moksa” yaitu suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa adalah merupakan prinsip “anti kekerasan” atau pantang menyakiti siapapun juga.
c.       Dalam ajaran agama Buddha
            Ajaran agama buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah merupakan salah satu moral dlam ajaran buddha. Berdasarkan pada hal tersebut diatas maka nampak jelas bahwa eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama buddha. Selain daripada hal ter sebut ajaran buddha sangat menekankan pada “welas asih” (karuna).
            Eutanasia merupakan masalah bioetik yang juga menjadi perdebatan terutama di dunia barat. Eutanasia berasal dari bahasa Yunani eu (berarti mudah, bahagia atau baik) dan thanatos (meninggal dunia), jadi bila dipadukan berarti meninggal dunia dengan baik atau bahagia. Menurut Oxford english dictionary, eutanasia berarti tindakan untuk mempermudah mati dengan mudah dan tenang (Wulan, 2011:11).
            Dilihat dari aspek bioetis, eutanasia terdiri dari eutanasia volunter, involunter, aktif dan pasif. Pada kasus eutanasia volunter, pasien secara sukarela dan bebas memilih untuk meninggal dunia. Pada eutanasia involunter, tindakan yang menyebabkan kematian dilakukan bukan atas dasar persetujuan dari pasien dan sering kali melanggar keinginan pasien. Eutanasia aktif melibatkan suatu tindakan yang disengaja yang menyebabkan pasien meninggal, misalnya dengan menginjeksikan obat dengan dosis letal. Eutanasia aktif merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum dan dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345, dan 359. Eutanasia pasif dilakukan dengan menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan hidup, misalnya antibiotika, nutrisi, cairan, respirator yang tidak diperlukakan lagi oleh pasien. Eutanasia pasif sering disebut dengan eutanasia negatif, dapat dikerjakan sesuai dengan fatwa IDI (Suhaimin, 2003:42).
            Berbagai argumentasi telah diberikan oleh para ahli terhadap eutanasia, baik yang mendukung ataupun yang menolaknya. Untuk saat ini pertanyaan moral yang perlu dijawab bukan: apakah eutanasia secara moral diperbolehkan?, melainkan jenis eutanasia yang mana yang diperbolaehkan?, pada kondisi bagaimana dan metode mana yang tepat?.
Contoh Kasus:
            Seorang kakek yang telah lama mendeita penyakit keras di diagnosa oleh dokter bahwa penyakitnya tersebut sudah tidak bisa diobati lagi. Disatu pihak keluarganya mengatakan kalau kakek ini harus dilakukan eutanasia karena alasan biaya nantinya, akan tetapi kakek ini tidak mau dilakukan eutanasia karena alasan tidak menghormati orang tua. Selain itu, dalam agama kakek ini juga dilarang eutanasia karena termasuk pembunuhan.
E.     ABORTUS
          Abortus telah menjadi perdebatan permasalahan etika internasiona. Berbagai pendapat bermunculan, baik yang pro maupun yang kontra. Abortus secara umum dapat diartikan sebagai penghentian kehamilan secara spontan atau rekayasa. Pihak-pihak yang pro menyatakan bahwa aborsi adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan. Sedangkan pihak anti aborsi cenderung mengartikan aborsi sebagai membunuh manusia yang tidak bersalah.
          Dalam membahas aboertusa biasanya dilihat dari dua sudut pandang, yaitu moral dan hukum. Secara umum ada tiga pandangan yang dapat dipakai dalam memberi tanggapan terhadap abortus: pandangan konservatif, moderat, dan liberal (Megan, 1991).
Ø  Pandangan Konservatif
Menurut pandangan konservatif, abortus secara moral jelas salah, dan dalam situasi apapun abortus tidak boleh dilakukan, termasuk dengan alasan penyelamatan, misalnya kehamilan dilakukan maka menyebabkan ibu meninggalkan.
Ø  Pandangan Moderat        
            Menurut pandangan moderat, abortus hanya merupakan suatu primafacia kesalahan moral dan hambatan penentangan abortus dapat diabaikan dengan suatu pertimbangan moral yang kuat. Sebagai contoh abortus dapat dilakukan selama tahap pre-sentience (sebelum fetus mempunyai kemampuan merasakan). Contoh lain, abortus dapat dilakukan bila kehamilan merupakan hasil pemerkosaan, atau kegagalan kontrasepsi.
Ø  Pandangan Liberal
    Pandangan liberal menyatakan bahwa abortus secara moral diperbolehkanatas dasar permintaan. Secara umum pandangan ini menanggap bahwa fetus belum menjadi manusia. Fetus adalah sekelompok sel-sel yang menempel didinding rahim wanita. Menurut pandangan ini, secara genetik fetus dapat dianggap sebagai bakal manusia, tatapi secara moral fetus dianggap bukan manusia (Wulan, 2011:22).
            Apapun juga alasan yang dikemukakan, abortus sering menimbulkan konflik bagi perawat, bila ia harus terlibat dalam tindakan abortus. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, maupun Australia, dikenal suatu tatanan hukum Constience Clauses yang memperbolehkan dokter, perawat, atau rumah sakit untuk menolak membantu pelaksanaan abortus (Suhaimin, 2003:19).
            Di Indonesia tindakan abortus dilarang sejak tahun 1918 menurut KUHP. Dalam pasal 346 s.d 349 KUHP dinyatakan bahwa : Barang siapa yang melakukan tindakan secara sengaja yang menyebabkan keguguran atau matinya kandungan dapat dikenai penjara.
            Masalah abortus memang kompleks. Namun perawat profesional tidak diperkenankan memaksakan nilai-nilai yang ia yakini kepada pasien yang memiliki nilai berbeda temasuk pandangan terhadap abortus.
Contoh Kasus:
            Seorang pria berumur 26 tahun menginginkan kandungannya pacarnya digugurkan dengan alasan malu akan tetapi pacarnya tersebut tidak ingin kandungan itu di aborsi karena dengan alasan bayi itu tanpa dosa dan ingin melihat bayi tersebut hidup. Selain itu juga pada kepercayaan wanita ini aborsi dilarang keras.
F.      BAYI TABUNG (INSEMINASI BUATAN)
a.        Bayi Tabung
Bayi tabung adalah proses pembuahan sperma dengan ovum dipertemukan diluar kandungan pada satu tabung yang dirancang secara khusus. Setelah selesai pembuahan, kemudian menjadi zygot lalu dimasukan kedalam rahim sampai dilahirkan, jadi tanpa proses melalui intercose.
b.      Teknik Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah suatu cara atau teknik untuk memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan (coitos). Teknik-teknik yang digunakan adalah sbb
Ø  Fertilitas In Vitro (FIV) yaitu mengambil sperma suami dan ovum  istri kemudian diproses di vitro (tabung) dan setelah pembuahan, lalu ditransfer kerahim istri. Teknik ini dikenal dengan bayi tabung atau pembuahan  diluar tubuh.
Ø  Gamet intra felopian tuba (GIFT) yaitu mengambil sperma suami dan ovum  istri, setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanamkan dan disalurkan ke kandung telur (tiba fallopi) atau dengan kata lain mempertemukan sel benih (gamet) yaitu sperma dan ovum dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanula tuba kedalam ampula. Teknik ini lebih alamiah dibanding dengan bayi tabung.
c.       Menurut Agama Islam
            Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik didalam Al-Quran dan As- Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik skalipun. Karena itu kalau hal ini dikaji menurut hukum islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad, agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Alquran dan Assunnah yang merupakan sumber pokok hukum islam (Ebrahim, 2001:38).
            Mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami istri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikan kedalam vagina, tuba fallopi, uterus istri, maupun dengan cara pembuahannya diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam dalam rahim istrimaka hal ini dibolehkan asal keadaan suami istri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami istri tersebut untuk memoperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah al hajatu tanzilu manzilah al dharurat (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat). Sebaliknya inseminasi buatan sama hukumnya dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkanya.
          Fertilisasi in vitro dan ineminasi artifisial merupakan dua dari berbagai metode baru yang digunakan untuk mengontrol reproduksi. Kedua metode ini memberikan harapan bagi orang-orang mandul untuk dapat mempunyai anak (Olshanky; lih McCloskey, 1990).
          Fertilisasi invitro merupakan metode konsepsi yang dilakukan dengan cara membuat by pass pada tuba falopi wanita. Tindakan ini dilakukan dengan cara memberikan hiperstimulasi ovarium untuk mendapatkan beberapa sel telur atau folikel yang siap dibuahi. Sel-sel telur ini kemudian diambil melalui prosedur pembedahan. Proses pembuahan dilakukan dengan cara menaruh sel telur dalam tabung dan mencampurnya dengan sperma dari pasangan wanita yang bersangkutan atau dari donor. Sel telur yang telah dibuahi kemudian mengalami serangkaian proses pembelahan sel sampai menjadi embrio dan kemudian embrio ini dipindahkan kedalam uterus wanita dengan harapan dapat terjadi kehamilan.
          Inseminasi artifisial merupakan prosedur untuk menimbulkan kehamilan dengan cara mengumpulkan sperma dari seorang pria yang kemudian dimasukkan kedalam vagina, serviks atau uterus wanita saat terjadi ovulasi. Tekhnologi yang lebih baru pada inseminasi artifisialadalah dengan menggunakan ultrasound dan stimulasi ovarium sehingga ovulasi dapat diharapkan pada waktu yang tepat. Sperma dicuci dengan cairan tertentu untuk mengendalikan motilitasnya, kemudian dimasukkan kedalam uterus wanita (Wulan, 2011:18).
          Berbagai masalah etika muncul berkaitan dengan masalah tersebut. Masalah ini tidak saja dimiliki oleh phanya pasangan mandul, tim kesehatan yang menangani, tetapi juga oleh masyarakat. Berbagai pertanyaan mulai diajukan mengenai apa sebenarnya hakikat/kemurnian hidup? Kapan awal hidup manusia? Apakah pendonor sel telur atau sperma bisa dikatakan sebagai bagian keluarga? Bagaiman bila tekhnologi dilakukan pada pasangan lesbian atau homoseksual?.
          Pendapat yang diajukan para ahli cukup bervariasi. Pihak yang memberikan dukungan menyatakan bahwa teknologi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memberi harapan atau membantu pasangan mandul mempunyai keturunan. Pihak yang menilak menyatakan bahwa tindakan yang tidak dibenarkan terutama bila sel telur atau sperma berasal dari donor. Beberapa gerakan wanita menyatakan bahwa tindakan fertilisasi invitro maupun artifisial memperlakukan wanita secara tidak wajar dan hanya kalangan wanita atas yang mendapatkan teknologi tersebut karena biaya yang cukup tinggi.dalam praktik ini sering pula hak-0hak wanita untuk “memilih” dilanggar.
          Teknologi ini memeng merupakan masalah yang kompleks dan cukup jelas dapat melanggar nilai-nilai masyarakat dan wanita, tetapi cukup memberikan harapan bagi pasangan infertil. Untuk mengantisipasinya diperlukan peraturan atau undang-undang yang jelas. Perawat berperan penting terutama saat memberikan konseling pada orang-orang yang menentukan akan melakukan tindakan tersebut. Penelitian keperawatan yang berkaitan dengan fertilisasi invitro dan inseminasi artifisial menurut Olhansky (1990) meliputi aspek manusiawi dari penggunaan tekhnologi reproduksi, respon manusia terhadap teknologi canggih, konsekwensi tidak menerima teknologi, pengalaman wanita yang berhasil hamil dari bahtuan tekhnologi, dan aspek teraputik keperawatan pada orang yang memilih untuk melakukan tekhnologi (Suhaimin, 2003:33).
Contoh Kasus:
          Seorang ibu yang berumur 30 tahun mengalami infertilitas dan menginginkan anak oleh karena itu ibu ini mengambil sperma suami dan ovumnya lalu ditaruh pada wanita lain untuk dilakukan inseminasi buatan.
G.    BERKATA JUJUR
        Dalam konteks berkata jujur ada satu istilah yang disebut desepsi, berasal dari kata decieveyang berarti membuat oarang percaya terhadap sesuatu hal yang tidak benar, menipu ataupun membohongi. Desepsi meliputi berkata bohong, mengingkari atau menolak, tidak memberikan informasi dan memberikan jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau tidak dan memberikan penjelasan sewaktu informasi dibutuhkan.
        Berkata bohong merupakan tindakan desepsi yang paling dramatis karena dalam tindakan ini seorang dituntut untuk membenarkan sesuatu yang diyakini salah. Salah satu contoh tiondakan desepsi adalah perawat memberikan obat plasebo dan tidak memberi tahu pasien tentang obat apa yang sebenarnya diberikan tersebut.
        Tindakan desepsi ini secara etika tidak dibenarkan. Para ahli etika menyatakan bahwa tindakan desepsi membutuhkan keputusan yang jelas tentang siapa yang diharpkan melakukan tindakan tersebut (Suhaimin, 2003:27).
        Konsep kejujuran (veracity) merupakan prinsip etis yang mendasari berkata jujur. Seperti juga tugas yang lain, berkata jujur bersifat prima facie (tidak mutlak) sehingga desepsi pada keadaan tertentu diperbolehkan. Berbagai alasan yang dikemukakan dan mendukung posisi bahwa perawat harus berkata jujur yaitu: merupakan hal yang penting dalam hubungan saling percaya perawat-pasien, pasien mempunyai mengetahui hak untuk mengetahui, merupakan kewajiban moral, menghilangkan cemas dan penderitaan, meningkatkan kerja sama pasien maupun keluarga dan memenuhi kebutuhan perawat.
        Alasan-alasan yang mendukung tindakan desepsi, termasuk berkata bohong meliputi: pasien tidak mungkin dapat menerima kenyataan, pasien menghendaki untuk tidak diberi tahu bila hal tersebut menyakitkan, secara profesional perawat mempunyai kewajiban tidak melakukan yang merugikan pasien, dan desepsi mungkin mempunyai manfaat untuk meningkatkan kerja sam pasien (Freel, 1990).
Contoh Kasus:
        Seorang mahasiswa yang rajin dan taat dengan peraturan yang ada menemukan teman akrabnya terlibat pesta narkotika. Dalam kondisi tersebut mahasiswa ini diancam akan dibunuh jika melaporkan kajadian tersebut kepada orang tua pecandu tersebut. Oleh karena itu mahsiswa teladan ini menjadi bingung tanpa mengungkapkan sepatah kata.

H.    AIDS (Acquired immine deficiency syndrome)
              AIDS pada awalnya ditemukan pada masyarakat guy di Amerika Serikat pada tahun 1980. AIDS juga pada mulanya ditemukan di Afrika. Saat ini, AIDS hampir ditemukan di setiap negara, termasuk Indonesia.
              Karena pada awalnya ditemukan pada masyarakat guy (homoseksual), maka kemudian muncul anggapan yang tidak tepat bahwa AIDS merupakan guy disease. Pada kenyataanya AIDS juga mengenai biseksual, heteroseksual, kaum pengguna obat dan prostitusi (Forrester, 1990).
              AIDS tidak hanya menimbulkan masalah pada penatalaksanaan klinis tetapi juga dampak sosial, kekhawatiran masyarakat dan permasalahan hukum dan etika. Karena sifat virus penyebab AIDS, yaitu HIV yang dapat menular pada orang lain, maka munculah suatu ketakutan masyarakat untuk berhubungan dengan penderita AIDS. Lebih tragis lagi, para penderita AIDS sering diperlakukan secara tidak adildan didiskriminasikan. Perilaku diskriminasi ini tidak saja terjadi di masyarakat yang belum paham tentang AIDS, tetapi juga di masyarakat yang paham tentang AIDS misalnya di Amerika Serikat. Situasi ini digambarkan dengan jelas, misalnya dalam film Philadelphia yang mengisahkan seorang guy, Andrew Beckett (diperankan oleh Tom Hanks), yang mengidap virus HIV yang mendapatkan perlakuan diskriminasi dari tempat kerjanya maupun dari masyarakat (Suhaimin, 2003:24).
              Perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien AIDS akan mengalami berbagai stres pribadi, termasuk takut tertular atau menularkan pada keluarga, dan ledakan emosi bila merawat pasien AIDS fase terminal usia muda dengan gaya hidup yang bertentangan dengan gaya hidup perawat. Pernyataan profesional bagi perawat yang mempunyai tugas merawat pasien terinveksi virus HIV membutuhkan klasifikasi nilai-nuilai yang diyakini perawat tentang hubungan homoseksual dan penggunaan/penyalahgunaan obat (Phipps, Long, 1991).
              Perawat sangat berperan dalam perawatan pasien, sepanjang infeksi HIV masih ada dengan berbagai komplikasi sampai kematian tiba. Perawat terlibat dalam pembuatan keputusan tentang tindakan atau terapi apa yang dapat dihentikan dan tetap menghargai martabat manusia. Pada saat tidak ada terapi medis lagi yang dapat diberikan pada pasien, perawat masih tetap melakukan berbagai tindakan yang dapat diberikan kepada pasien seperti: mengidentifikasi nilai-nilai, menggali makna hidu pasien, memberikan rasa nyaman, memberikan dukungan manusiawi, dan membantu meninggal dunia dengan tentram dan damai (Phipps, Long, 1991).
Contoh Kasus:
              Mas Andi adalah orang yang selalu berhubunagan dengan para wanita PSK positif terjangkit HIV/AIDS, akan tetapi pria ini malu pergi berobat sehingga kondisinya pun lama-lama semakin parah dan juga dengan alasan bahwa HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan dan sudah jelas melanggar semua aturan. Dalam kondisi yang parah tersebut barulah pria ini tidak malu untuk berobat.

I.       KLONING MANUSIA
              Kloning manusia adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari suatu organisme. Jadi klon adalah keturunan aseksual dari individu tunggal.
              Kloning telah berhasil dilakukan pada tanaman sebagaimana pada hewan belakangan ini, kendatipun belum berhasil dilakukan oleh manusia. Tujuan kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, meningkatkan produktifitasnya, dan mencari obat alami bagi banyak penyakit kronis guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia (Wulan, 2011:14).
        Adapun pewarisan sifat yang terjadi pada proses kloning yaitu sifat-sifat yang diturunkan hanya berasal dari orang yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh baik laki-laki mauoun perempuan. Anak-anak yang dihasilkan akan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan induknya dalam penampilan fisiknya seperti tinggi, lebar badan serta warna kulit dan juga dalam potensi akal dan kejiwaan yang bersifat asli. Dengan kata lain tersebut akan mewarisi seluruh ciri-ciri yang bersifat asli.
              Kloning mencegah pelaksanaan banyak hukum syara, hukum perkawinan, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, hak waris, hubungan kemahraman, selain itu kloning juga menyalahi fitrah.
Ø  Manfaat Teraputik Tekhnologi Kloning
              Tekhnologi kloning diharapkan dapat memberikan manfaat kepada manusia, khususnya dibidang medis. Beberapa diantara keuntungan dari teknologi kloning dapat diringkas sebagai berikut:
1.      Kloning manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk mendapatkan anak
2.      Organ manusia dapat dikloningsecara selektif untuk dimanfaatkan sebagai organ pengganti bagi pemilik sel oragan itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir risiko penolakan.
3.      Sel-sel dapat dikoloning dan diregnerasi untuk menggantikan jaringan tubuh yang rusak misalnya urat saraf dan jaringan otot.
4.      Teknologi kloning memungkinkan para ilmuan medis untuk menghidupkan dan mematikan sel-sel. Dengan demikian teknologi ini dapat digunakan untuk mengatasi kanker.
5.      Teknologi kloning memungkinkan dilakukannya pengujian dan penyembuhan penyakit-penyakit keturunan (Ebrahim, 2001:25).
            Berbagai argumentasi telah diberikan oleh para ahli terhadap kloning manusia, baik yang mendukung ataupun yang menolaknya. Untuk saat ini pertanyaan moral yang perlu dijawab bukan: apakah kloning secara moral diperbolehkan?, melainkan jenis kloning yang mana yang diperbolaehkan?, pada kondisi bagaimana dan metode mana yang tepat? (Suhaimin, 2003:14).
Contoh Kasus:
            Seorang pria yang berumur 18 tahun berkebangsaan kanada berpesan bahwa jika kelak ia akan meninggal, ia minta supaya sel telurnya diambil dan dikloning oleh para tim medis. Akan tetapi ada seorang yang menolak hal tersebut karena alasan tindakan tesebut melanggar printah sang pencipta, dengan berkata bahwa sang penciptalah yang mempunyai kekuasaan untuk menghidup dan mematikan manusia.






BAB III.                KESIMPULAN


      Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berkata jujur, AIDS, bayi tabung (inseminasi buatan), abortus, eutanasia, penghentian pemberian makanan, cairan, dan pengobatan, transplantasi organ, serta kloning merupakan suatu permasalahan yang sangat panas dan menjadi perdebatan di berbagai negara tentang diperbolehkan atau tidaknya diterapkan atau diimplementasikan pada manusia dan selain itu juga hal ini berkaitan erat dengan profesi kesehatan khususnya perawat atau disebut dengan permasalahan etika dalam praktik keperawatan. Terlepas dari fakta bahwa berbagai jenis masalah yang diatas ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
            Berbagai argumentasi telah diberikan oleh para ahli terhadap masalah diatas , baik yang mendukung ataupun yang menolaknya. Untuk saat ini pertanyaan moral yang perlu dijawab bukan: apakah masalah diatas secara moral diperbolehkan?, melainkanmasalah etika keperawatan yang mana yang diperbolaehkan?, pada kondisi bagaimana dan metode mana yang tepat?. Semuanya terlepas dari para pembaca apakah dalam hal ini mendukung atau menolaknya.

                                              








BAB I.                        DAFTAR PUSTAKA

Mimin, suhaemin.2003.Etika Keperawatan dalam Praktik Keperawatan.Jakarta:EGC.
Ebrahim, Dr Abdul Fadl Mohsin.2001.Fiqih Kesehatan kloning, eutanasia, transfusi darah, transplantasi organ.Jakarta:Serambi.
Lanuer, Alex.1983.Logika Selayang Pandang.Yogyakarta:Kanisius.
Wulan, Kencana dan M. Hastuti.2011.Pengantar Etika Keperawatan.Jakarta:Prestasi Pustaka.
                            
                                              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar